TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan Rancangan Undang-Undang Tax Amnesty sulit disahkan akhir tahun ini. Yustinus melihat undang-undang itu baru bisa disahkan awal tahun depan dan baru akan efektif berlaku mulai semester kedua 2016.
"Aneh kalau dipaksakan tahun ini. Undang-undang ini juga perlu sosialisasi dulu," ucap Prastowo saat dihubungi, Rabu, 9 Desember 2015.
Dengan mundurnya pengesahan RUU Tax Amnesty itu, menurut Prastowo, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2015 tak bisa mengandalkan pemasukan dari uang tebusan tax amnesty.
Prastowo memberikan estimasi pemerintah bisa meraup Rp 60 triliun dari uang tebusan para wajib pajak yang mendapatkan tax amnesty itu. "Tidak terlalu besar. Yang diharapkan dari tax amnesty itu sebenarnya perluasan basis wajib pajak," ujarnya.
Menurut Prastowo, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan sudah punya skenario untuk menambal tertundanya pemasukan dari uang tebusan tax amnesty. Prastowo berharap pemerintah tidak terlalu berfokus pada uang tebusan tax amnesty yang bisa diraup. Pemerintah justru harus mengelola data harta wajib pajak yang telah dilaporkan setelah mendapatkan pengampunan pajak itu.
Dewan Perwakilan Rakyat sebetulnya telah mengagendakan rapat paripurna untuk menjadikan RUU Tax Amnesty menjadi prioritas Program Legislasi Nasional 2015. RUU itu ditargetkan bisa disahkan pada Desember 2015. Namun rapat paripurna itu tidak kuorum lantaran banyak anggota DPR yang lebih memilih pulang ke daerah pemilihan untuk memantau pemilihan kepala daerah serentak.
Kendati rapat paripurna itu batal, Prastowo yakin RUU Tax Amnesty sudah bisa disahkan pada awal tahun depan.
"Pemerintah dan DPR sudah setuju ini. Kemarin cuma berbarengan dengan isu sidang Mahkamah Kehormatan Dewan saja," ujar Prastowo.
KHAIRUL ANAM