TEMPO.CO, Jakarta - Para pemimpin masyarakat adat dari hutan di Amerika Latin, Indonesia, dan Afrika meminta para kepala negara yang berkumpul di Paris, Prancis, untuk mengakui kontribusi kelompok tersebut dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
Empat organisasi adat dari Indonesia, Amerika Latin, dan Afrika menyatakan masyarakat adat mempraktikkan cara hidup tradisional yang memiliki dampak lebih rendah terhadap pelepasan karbon. Namun kemampuan mereka sering kali dibatasi oleh kuranganya dukungan hukum dan keuangan.
Penelitian baru oleh Laboratorium Woods Hole menyatakan, hutan adat yang dikelola oleh masyarakat adat di Afrika, Asia, dan Amerika Latin memuat setidaknya 20 persen karbon yang tersimpan di hutan tropis dunia. Selain itu, hutan adat mencegah lebih dari tiga kali total polusi karbon.
Oleh karena itu, para pemimpin masyarakat adat meminta para kepala negara untuk memastikan hak-hak masyarakat adat. Sehingga peranan kelompok itu menjadi lebih maksimal.
"Menyatakan dan menamakan wilayah kami, serta pengakuan hak-hak kami atas sumber daya alam besar yang berada di wilayah, juga pengakuan besarnya layanan jasa lingkungan," demikian pernyataan bersama empat kelompok masyarakat adat itu, Kamis, 3 Desember 2015.
Selain itu, kelompok itu meminta bantuan terhadap adanya penganiayaan terhadap para pemimpin adat dalam membela hak-hak wilayah adat. Pendanaan langsung juga diperlukan bagi masyarakat adat.
Empat kelompok adat itu adalah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Mesoamerican Alliance for Peoples and Forests, Indigenous Peoples Organizations of the Amazon Basin, dan Peoples for the Sustainable Management of Forest Ecosystems in Central Africa.