TEMPO.CO, London - Pertengahan tahun 2016, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) bakal menjadi bank pertama di dunia yang membeli satelit. Apakah ini sekadar aksi sok hebat? Direktur Utama BRI Asmawi Syam menampik tudingan itu. “Pembelian satelit itu”, kata Asmawi di Hotel Park Lane Intercontinental, London, Rabu 2 Desember 2015, “merupakan bagian dari strategi BRI untuk menghemat biaya.”
Untuk membeli satelit ini, BRI merogoh kocek dan mengeluarkan biaya US$ 220 juta atau sekitar Rp 3 triliun. Satelit itu dibeli dengan cicilan selama delapan tahun, dan cicilan per tahun mencapai sekitar Rp 300-400 miliar. Nilai itu lebih murah ketimbang biaya sewa satelit yang tiap tahun mencapai Rp 500 miliar. Apalagi umur satelit itu 17 tahun dan bisa diperpanjang menjadi 19 tahun.
Satelit 54 transponder yang akan diluncurkan oleh Arianespace pada pertengahan 2016 itu diharapkan menghubungkan 10.350 kantor unit kerja BRI di berbagai pelosok. Selama ini BRI sudah memakai 40 transponder satelit. Sisa transponder satelit bikinan perusahaan Amerika Serikat Space System Loral (SSL) ini akan digunakan untuk cadangan pengembangan 10 transponder dan diserahkan ke negara 4 transponder.
Randi mengimbuhkan, “BRI berupaya memperkuat posisi sebagai market leader di sektor Usaha Menengah Kecil dan Mikro (UMKM),” kata Randi Anto, Direktur Manajemen Aset dan Kredit BRI. Dengan pembelian satelit, Randi berharap BRI bisa “mengunci” penetrasi bank-bank asing yang hendak masuk daerah.
“Selain membeli satelit, tahun ini BRI memperkuat inovasi teknologi dengan menghabiskan dana Rp 4,2 triliun setahun, ” kata Randi. Menurut dia, BRI juga memasang ATM bertenaga sel surya di daerah-daerah yang tak terjangkau listrik, seperti Papua. Saat ini ada 50 lokasi yang memakai sel surya.
Pembelian satelit yang digagas sejak 2014 itu sempat membikin heboh. Sejumlah anggota DPR mempertanyakan langkah BRI ini. Mereka cemas BRI tak bisa mengoperasikan satelit karena teknologinya dianggap rumit. “Satelit itu bisa menjadi beban karena itu bukan core business BRI,” begitu kata sejumlah anggota Dewan.
Randi membantah anggapan tersebut. Menurutnya, teknologi pengoperasian satelit sekarang sudah semakin mudah. “Dulu mungkin butuh belasan atau puluhan orang. Sekarang ini cukup dioperasikan oleh empat orang,” ujarnya.
Baca juga: BRI Genjot Penyaluran KUR
Mantan direktur utama BRI terdahulu Sofyan Basyir, sempat mengungkapkan alasan rencana pembelian satelit setahun silam. Sofyan memaparkan, tahun lalu masih ada gangguan-gangguan komunikasi yang menyebabkan layanan BRI terkadang menurun. "Kadang dulu layanan kasir BRI terlampau lama, ATM mati. Kadang pelayanannya cuma 65 persen kalau lagi sibuk. Kalau ini punya kita sendiri, kualitas menjadi prima dan reputasi BRI menjadi bagus," ujar Sofyan.
Mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan mendukung rencana pembelian satelit itu. Dia mengungkapkan pada 2007 pemerintah RI hampir kehilangan slot orbit 150,5 Bujur Timur yang sebelumnya dipakai oleh satelit Indosat. Indosat sebelumnya menggunakannya sebagai transit Palapa-C nya yang masa edarnya sudah habis juga. Namun setelah lama dinanti, Indosat tidak juga kunjung meluncurkan satelit sampai kemudian pemerintah memutuskan untuk menarik slot orbit karena ada pihak lain yang berminat, yakni BRI. Apalagi, kata Dahlan, Indosat telah dimiliki asing karena dijual pemerintah pada 15 tahun silam.
"Indosat dulu dijual, sekarang BUMN bank besar akan meluncurkan satelit sendiri. Kita sudah punya kavling milik Indonesia sendiri yang dulu kita jual sekarang dibeli," katanya.
Asmawi menambahkan, bila slot itu tak diambil Indonesia, akan diambil Jepang. “Ibaratnya ini seperti antre kavling parkir.” Satelit ini akan mengudara di koordinat 105,5 Bujur Timur atau di atas Papua.
Burhan Sholihin (London) | PDAT