TEMPO.CO, Jakarta - Keberadaan perusahaan sawit dan kertas Indonesia dalam acara Konferensi Perserikatan Bangsa-bangsa tentang Perubahan Iklim di Paris atau Conference of Parties 21 (COP21) mengundang pertanyaan. Apalagi mereka menjadi sponsor Paviliun Indonesia dalam acara tersebut. Para pembela lingkungan pun meradang dan menuduh upaya tersebut sebagai "green washing" atau upaya pencitraan lewat upaya konservasi.
Managing Director Sinar Mas Group Gandhi Sulistyo mengatakan, sponsor Paviliun Indonesia di acara COP21 Paris adalah asosiasi pengusaha hutan Indonesia (APHI) dan gabungan pengusaha kelapa Sawit Indonesia (GAPKI). "Kami anggota APHI," kata Gandhi lewat pesan pendek, Senin, 30 November 2015.
Gandhi juga membantah tuduhan keaktifan perusahaan-perusahaan perkebunan sawit dan hutan tanaman industri dalam menjadi sponsor paviliun sebagai upaya green washing. Beberapa waktu lalu, perusahaan sawit dituding sebagai penyebab terjadinya kebakaran hutan di Indonesia. "Namanya menuduh kan asal ngomong saja," ucap Gandhi.
Sinar Mas diwakili oleh anak usahanya PT Asia Pulp and Paper (APP). Stakeholder Engagement Manager Asia Pulp & Paper, Neglasari Martini, menambahkan, kehadirannya mewakili pelaku usaha di Indonesia. "Kami mewakili delegasi pemerintah untuk sektor swasta," kata dia, Senin, 30 November 2015.
Dalam konferensi yang berlangsung hingga 11 Desember 2015 itu, APP akan menjadi panelis dan pembicara di tujuh seminar yang berada di Paviliun Indonesia. Beberapa di antaranya ialah seminar pada 1 Desember mengenai produksi dan perlindungan kehutanan, 2 Desember tentang integrasi manajemen sosial lewat pendekatan lanskap, dan 3 Desember mengangkat tema upaya konservasi dan restorasi.
Kehadiran APP, lanjut Neglasari, juga merupakan bagian dari Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia dan merupakan rekan dari Solutions COP21. Ia mengatakan, kedatangan APP untuk mendukung mitra globalnya dalam menanggulangi perubahan iklim.
Ihwal moratorium lahan gambut yang menjadi salah satu tema pemerintah, Neglasari menyatakan menyambut baik komitmen Presiden Joko Widodo tentang pemberian izin usaha. Ia menjelaskan, sejak 2013 APP berupaya melakukan moratorium aktivitas di atas lahan gambut yang belum dikembangkan menjadi Hutan Tanaman Industri. "Kami mendukung upaya pemerintah dalam menanggulangi perubahan iklim," ucapnya.
Ia menambahkan, APP juga telah menggandeng lembaga luar negeri untuk menyusun praktek pengelolaan lahan gambut, termasuk pemetaan 4,5 juta hektare lahan di Sumatera dan Kalimantan. Menurut dia, upaya perlindungan perlu melibatkan beragam pihak. Pasalnya, tidak ada area konsesi yang berdiri terisolasi.
ADITYA BUDIMAN | AHMAD FAIZ IBNU SANI