TEMPO.CO, Jakarta - Executive Director dan CEO IPMI International Business School Jimly M. Rifai Gani mengatakan dalam menghadapi era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), pemerintah perlu membuat kebijakan untuk menahan tenaga profesional dalam negeri yang hijrah ke luar guna mencari upah yang lebih baik.
"MEA membuat kesempatan kerja lebih luas dan mobilitas lebih fleksibel untuk mencari gaji terbaik," kata Jimly dalam seminar proyeksi ekonomi Indonesia 2016 di kampus IPMI, Jakarta, 26 November 2015.
Ia menuturkan, bagi profesional dengan kualifikasi tinggi, Indonesia kalah menarik dibanding Singapura, Brunei, atau Malaysia untuk mengembangkan kariernya. Sebabnya, besaran gaji negara-negara tersebut lebih tinggi.
Menurut Jimly, kekeringan tenaga profesional di dalam negeri akan berimbas pada memburuknya tingkat daya saing negara yang sudah rendah. Dalam IMD World Competitiveness Ranking 2015, Indonesia berada posisi 42 dari 61 negara, turun lima peringkat dari tahun sebelumnya. Sementara Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filipina masing-masing berada di posisi 3, 14, 29, serta 41.
Sebab itu Jimly berpendapat, pemerintah segera membuat program peningkatan nilai tambah tenaga kerja dan membuat iklim kerja yang kondusif lewat perbaikan standar upah dan fasilitas pekerja. Begitu pula peningkatan pada lingkungan tempat tinggal layak huni. "Sehingga betah berkarya di dalam negeri," ujarnya.
Dalam ASEAN Mutual Recognition Arrangement (MRA) ada delapan profesi yang bebas mencari kerja yakni arsitek, insinyur, dokter, perawat, tenaga survei, akuntan, dokter gigi, dan praktisi medis.
Jimly menambahkan, pasar bebas regional ini juga memaksa Indonesia untuk meningkatkan daya saing. Sebabnya perlu belajar dari pengalaman North American Free Trade Agreement (NAFTA), di mana perusahaan yang memiliki nilai tambah, produktivitas yang tinggi, serta rantai nilai yang baik mampu mengungguli perusahaan yang biasa mendapat subsidi.
AHMAD FAIZ IBNU SANI