TEMPO.CO, Jakarta - PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk menargetkan pertumbuhan kredit berada di angka 14-16 persen pada 2016. Direktur Utama BNI Achmad Baiquni mengatakan salah satu yang akan menjadi fokus ialah pembiayaan sektor infrastruktur.
Menurut Baiquni, BNI telah menyiapkan dana Rp 20 triliun untuk mendukung program infrastruktur. "Tahun depan kami ingin fokus ke pembiayaan infrastruktur," kata Baiquni setelah membuka perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu, 25 November 2015.
Baiquni menyebutkan komposisi pembiayaan terbesar tahun ini, yaitu 45 persen diberikan ke perusahaan badan usaha milik negara. Sisanya, 30 persen, dialokasikan bagi sektor usaha kecil dan menengah. Porsi terbesar lain, 17 persen, untuk kredit konsumen.
Ia menuturkan dengan menjadikan proyek infrastruktur sebagai lokomotif, sektor lain bisa ikut terkerek. "Pembiayaan di infrastruktur sekitar Rp 63 triliun," kata Baiquni.
September lalu, BNI bersama PT Bank Mandiri Tbk dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk mendapatkan dana segar dari Bank Pembangunan Cina (China Development Bank). Total dana yang dipinjamkan sebesar US$ 3 miliar atau setara Rp 43,28 triliun. Setiap bank mendapatkan pinjaman US$ 1 miliar dengan tenor selama sepuluh tahun. Sebanyak 30 persen dari total pinjaman berdenominasi Renminbi (RMB).
Baiquni menyatakan dana pinjaman dari Bank Pembangunan Cina itu sudah diterima. Penyalurannya pun akan dilakukan bertahap. Sedangkan sektor infrastruktur yang akan mendapat pembiayaan dari dana pinjaman Cina di antaranya, konstruksi, perkebunan, dan perusahaan-perusahaan BUMN.
BNI juga berupaya meningkatkan peran di sektor maritim. Besaran dana yang akan dialokasikan, Baiquni tak menyebut.
Hingga September lalu BNI telah menyalurkan kredit dengan posisi outstanding Rp 9,8 triliun. Di sektor kelautan dan perikanan pembiayaan yang sudah berjalan sebesar Rp 1,25 triliun, yaitu di budi daya dan penangkapan, industri pengolahan, dan perdagangan hasil perikanan.
Menanggapi suku bunga acuan Bank Indonesia yang dinilai banyak kalangan masih terlalu tinggi, Baiquni berharap ke depan ada penyesuaian. Ia mengatakan jika BI Rate turun, motivasi bank untuk menyalurkan kredit semakin tinggi.
Namun, ia bisa memahami jika bank sentral ingin menjaga stabilitas moneter dengan tetap mempertahankan BI Rate di posisi 7,5 persen. Oleh sebab itu, keputusan BI yang menurunkan giro wajib minimum dari 8 persen ke 7,5 persen disambut baik. "Artinya ada relaksasi. Sedangkan stabilitas penting untuk menjaga pertumbuhan," ucapnya.
ADITYA BUDIMAN | GOIDHA RAHMAH