TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia mengimbau pihak korporasi lebih berhati-hati melakukan pinjaman luar negeri. "Karena kita tidak ingin seperti tahun 1998, kredit korporasi bermasalah ketika nilai tukar bermasalah dan kondisi makro berubah," katanya saat ditemui dalam acara Pertemuan Tahunan Bank Indonesia di Jakarta, Selasa, 24 November 2015.
Hal tersebut, menurut Agus, karena berdasarkan pengamatan BI, kenaikan rasio kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL) pada 2015 menjadi 2,7 persen. "Tapi kami akan terus berkoordinasi dan menjaga kesehatan sistem keuangan kita agar ini bisa terkendali," ucapnya.
Sementara itu, pertumbuhan kredit hingga akhir tahun ini diperkirakan akan mencapai 11 persen meskipun sempat turun beberapa waktu lalu.
Pertumbuhan kredit pada 2016 diprediksi meningkat menjadi 12-14 persen. Menurut Agus, hal ini lantaran ekonomi dunia akan lebih baik dibanding tahun ini. Investasi yang dilakukan pemerintah juga didukung investasi swasta dan konsumsi masyarakat, sehingga pertumbuhan kredit menjadi lebih baik.
Sedangkan pertumbuhan dana pihak ketiga diperkirakan bisa mencapai 13-15 persen. Agus menuturkan kondisi tersebut baik karena sumber pendanaan akan meningkat, sehingga pembiayaan perekonomian tahun depan akan cukup memadai.
Yang tak kalah penting dilakukan adalah pendalaman pasar keuangan. Dengan begitu, sumber pembiayaan nantinya tidak hanya didominasi perbankan. Saat ini hampir 90 persen pembiayaan di Indonesia masih bersumber dari perbankan. Sedangkan sektor keuangan lain, seperti pasar modal, masih belum berkembang.
GHOIDA RAHMAH