TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia siap bergabung dengan Kemitraan Trans Pasifik (Trans Pacific Partnership-TPP). Menurut ekonom Emil Salim, Indonesia masih memiliki banyak pekerjaan rumah dalam pembangunan di dalam negeri.
Untuk itu, menurut Emil, Indonesia harus berfokus dulu pada penyelesaian pekerjaan rumah itu. "Mengapa pemerintah kita terlalu menganggap bahwa Amerika Serikat adalah pasar yang besar? Masih banyak pasar yang lebih bagus dan menguntungkan bagi Indonesia selain Amerika," katanya saat ditemui di JW Mariot Hotel, Jakarta, Selasa, 24 November 2015.
Mantan Menteri Lingkungan Hidup pada era Orde Baru itu menyebutkan akan lebih bijak bila Indonesia berfokus dulu pada kerja sama ASEAN plus 3, Jepang, Korea Selatan, dan Cina. "Trade agreement itu tentu tidak kalah dengan TPP," ujarnya.
Selain itu, ujar Emil, beberapa poin dalam agreement TPP tidak sejalan dengan peraturan dan visi-misi pemerintah Indonesia. "BUMN misalnya, saya menebak akan kolaps jika kita terburu-buru memutuskan bergabung dengan TPP," tuturnya.
Sebab, Emil melihat BUMN belum siap bersaing dengan perusahaan asing. Dalam TPP disebutkan bahwa tidak ada hak spesial bagi BUMN dalam persaingan pengerjaan sebuah program.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan Thomas Lembong sempat menyatakan bahwa Indonesia sudah siap dan tak perlu takut dalam persaingan karena Indonesia memiliki keunggulan. Menanggapi itu, Emil menganalogikan kondisi tersebut dengan kisah dua sosok juara tinju, Elias Pical dan Muhammad Ali. "Mereka sama-sama juara tinju, tapi di kelas yang berbeda. Bayangkan jika mereka diadu. Sama halnya dengan kita."
Emil berharap pemerintah bisa memahami situasi secara menyeluruh sebelum mengambil keputusan. Amerika, menurut dia, hanya memikirkan kepentingan negara-negara serikatnya dan tidak mempedulikan kepentingan negara anggota lainnya.
"Mereka akan menolak segala negosiasi yang tidak menguntungkan. Contohnya di APEC. Harusnya bisa kita sadari itu. Fokus saja dulu pada ASEAN plus 3," ucapnya.
INGE KLARA SAFITRI