TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Perhubungan akan memberikan sanksi bagi maskapai penerbangan dengan rapor buruk. Juru bicara Kementerian Perhubungan, Julius Barata, mengatakan mekanisme sanksi sudah ada berdasarkan penilaian dari pelayanan masing-masing maskapai.
"Hal tersebut sudah ada aturannya. Kami akan melihat pelayanan yang diberikan tiap maskapai. Nanti akan ada evaluasi, lalu ada rapot masing-masing," ujarnya saat dihubungi, Minggu, 22 November 2015.
Menurut Barata, sanksi tidak langsung berupa pencabutan izin penerbangan. Bila hasil evaluasi rapor buruk, maskapai akan dilarang mengembangkan usaha.
"Misalnya kami akan larang maskapai tersebut menambah pesawat atau rute baru. Kami minta mereka membenahi dulu pelayanannya," ucapnya.
Namun, kata Barata, sanksi paling kuat justru dari masyarakat sendiri. "Kalau pelayanannya buruk, tentu masyarakat tak mau menggunakan jasa maskapai itu."
Terkait dengan masalah penundaan penerbangan atau delay, Barata berkata, hal itu sudah ada aturannya. "Masalah delay sudah diatur. Kami akan lihat apakah maskapai terkait memenuhi kewajiban-kewajibannya atau tidak. Contohnya memberi kompensasi jika terjadi delay," ujarnya.
Menurut Barata, pihaknya tidak bisa hanya menilai dari sering-tidaknya maskapai tersebut menunda penerbangan. "Penundaan penerbangan banyak faktornya."
Masalah pelayanan maskapai penerbangan dipertanyakan sejak masalah yang terjadi pada Lion Air. Maskapai ini memang sering menghadapi masalah.
Belum lama ini Lion Air dilaporkan penumpangnya yang mengaku mendengar suara desahan dari kabin pilot lewat pengeras suara. Kejadian terakhir, pesawat Lion Air dari Bandara Soekarno-Hatta menuju Makassar mengalami delay berjam-jam. Hal ini membuat penumpang geram dan menghadang pesawat. Tercatat sudah beberapa kali maskapai ini diamuk penumpangnya gara-gara penundaan penerbangan.
EGI ADYATAMA | JONIANSYAH HARDJONO