TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Anwar Nasution mengatakan salah satu pentingnya Indonesia bergabung dalam Kemitraan Trans Pasifik (Trans Pacific Partneship - TPP) ialah dapat menciptakan lapangan pekerjaan, meningkatkan produktifitas, serta bisa alih teknologi. Musuh terbesar Indonesia ialah membludaknya jumlah penduduk, namun dengan kualitas pendidikan dan keahlian yang terbatas. "Sudah begitu butuh makan," katanya dalam diskusi untung-rugi gabung TPP di Jakarta, Sabtu 21 November 2015.
Menurut Anwar, Indonesia bisa meniru Cina di era kepemimpinan Den Xiaoping. Saat itu Cina mau membuka diri terhadap asing dan mengundang mereka untuk masuk dan menciptakan lapangan kerja bagi penduduknya.
Anwar menambahkan saat ini Indonesia mengalami surplus tenaga kerja. "Namun tidak memiliki lapangan pekerjaan yang cukup, akibatnya produktifitas masyarakatnya hampir nol persen."
Anwar berujar, kelebihan Indonesia di sumber daya alam dan penduduk, tidak diiringi dengan keahlian, teknologi, dan modal yang memadai. Sebab itu perlu mengundang pihak asing dan belajar dari mereka. "Cina dulu cuma assembly plant, sekarang sudah bisa jual Xiaomi ke Indonesia," katanya.
Ia berkata, seiring waktu berjalan Indonesia harus terus meningkatkan kemampuan sumber daya manusianya. Dengan demikian secara perlahan-lahan bisa mengambil alih teknologi bila ada kesempatan.
Kepala Departemen Ekonomi Center For Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri mengatakan Indonesia perlu meniru Cina dan Vietnam yang berpartisipasi dalam global supply chain sambil belajar bagaimana mengalihkan teknologi yang dimiliki asing.
AHMAD FAIZ IBNU SANI