TEMPO.CO, Bandar Lampung - Pengiriman batu bara milik PT Bukit Asam (Persero) Tbk (PT BA) pada 2015 mengalami banyak hambatan, terutama dari sistem transportasi. Akibat macetnya sistem retribusi, realisasi ekspor PT BA pun mengalami penurunan.
Batu bara itu untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Suryalaya, pemasok inti sumber listrik untuk Pulau Jawa dan Bali. Batu bara yang diangkut dari kawasan pertambangan Tanjung Inim, Sumatra Selatan, menuju pelabuhan Tarahan itu juga diekspor ke Taiwan, Cina, Malaysia, Singapura, dan Jepang.
Asisten Manajer Operasional PT BA, Emit Purwanto, mengatakan dari target pengiriman sebanyak 14,5 juta ton batu bara per tahun, kini hanya mampu terealisasi sekitar 11 juta ton saja. "Baru sekitar 80 persen sampai Oktober kemarin," katanya saat ditemui Tempo di kantornya di Tarahan, Bandar Lampung, pada Selasa, 17 November 2015.
Menurut Emit, jasa transportasi pengangkut baru bara yang dipercayakan kepada PT Kereta Api Indonesia (PT KAI), kerap kali mengalami masalah. Hal ini mengakibatkan molornya realisasi target pencapaian PT BA, baik pengiriman ekspor maupun dalam negeri. "Ya, salah satunya itu," ujarnya.
Beberapa permintaan dari negara lain pun mengalami waiting cargo lantaran terkendala masalah pengiriman. Misalnya untuk pengiriman ekspor menuju Taiwan yang hingga saat ini masih belum mencukupi target yang diminta. ''Ada anjlokkan dari PT.KAI, tiga kali anjlokkan kalau enggak salah, ini beberapa ekspor saja masih waiting cargo. Contoh ekspor yang ada di jet tiga itu 16.3000 ton baru terisi sekarang 52.000 ton. Sudah standar dari tanggal 9 sampai tanggal 17 (terhambat), sudah delay berapa hari ini,'' ucapnya.
Direktur Humas PT KAI Subdivisi Regional III.2 Tanjung Karang, Bandar Lampung, Muhaimin membenarkan hal itu. Namun, kata dia, itu bukan satu-satunya penyebab molornya target realisasi pengiriman batu bara milik PT BA. Masalah lainnya, kata dia, menyangkut lamanya bongkar muat batu bara yang dilakukan PT BA. Hal ini menjadi sumber masalah telatnya pencapaian target realisasi tersebut.
"Ya, memang sepanjang 2015 terjadi tiga kali insiden anjlok gerbong, yang terbesar kemarin pas Oktober. Sebanyak sembilan gerbong anjlok, tapi itu bukan satu-satunya penyebab telatnya target pengiriman batu bara," katanya. "Lokomotif serta gerbong kami sudah siap, tapi kan masalah reload (bongkar muat) di mesin RCD (rotary car dumper) milik PT BA pun kadang menjadi penghambat."
Makanya, kata dia, evaluasi antara PT KAI dan PT BA rutin dilakukan sebulan sekali guna mencari solusi. Bahkan rencananya diterapkan sistem penalti apabila terbukti menjadi penyebab lambatnya pengiriman.
PT KAI Sub Divre III.2 Tanjung Karang berencana melakukan pembenahan seputar perbaikan infrastruktur perkeretaapian. Salah satunya dengan membuat rel ganda dari stasiun muat batu bara di Tanjung Enim hingga stasiun bongkar di Tarahan. Akan dibuat lintasan rel ganda dengan panjang 258 kilometer.
Saat ini baru beberapa rel ganda yang sudah beroperasi, yakni baru sekitar 100 kilometer, mulai Tanjung Enim Baru hingga Tanjung Rambang dan sebagian rute Stasiun Giham yang berada di Kabupaten Waykanan hingga Stasiun Cempaka di Kabupaten Lampung Utara.
Pembangunan dilakukan di tiga titik yang akan menghubungkan lintasan satu dengan lintasan lain. Pembangunan rel ganda dari Giham hingga Cempaka akan dilakukan pada 2016. Jalur tersebut memiliki panjang lintasan 68 kilometer, sedangkan yang sudah rel ganda baru 16 kilometer. ''Untuk memenuhi target, kita akan lakukan pembangunan secara bertahap,'' ujar dia.
AMINUDIN A.S.