TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mulai mengendus kecurangan dalam industri farmasi nasional. Pasalnya, tingginya pertumbuhan bisnis obat dengan kapitalisasi industri farmasi yang cukup besar tidak dibarengi dengan kemudahan akses masyarakat terhadap obat dan pelayanan kesehatan. "Harga obat terlalu mahal," kata Ketua KPPU, Muhammad Syarkawi Rauf di kantornya, Kamis 19 November 2015.
Mengutip data Kementerian Perindustrian, KPPU mencatat, pada tahun 2014 Industri farmasi di Indonesia berhasil membukukan omzet Rp 52 Triliun. Tahun ini pertumbuhannya diperkirakan mencapai 11,8 persen menjadi Rp 56 Triliun. Obat-obatan dengan resep dokter berkontribusi 59 persen dan obat bebas atau generik sebesar 41 persen dari keseluruhan pasar.
Dari nilai kapitalisasi industri tersebut perusahaan farmasi nasional menguasai pangsa pasar sebesar 70 persen dan hanya 30persen sisanya dikuasai oleh perusahaan farmasi asing.
Sayangnya, perkembangan industri farmasi tersebut di atas ternyata tidak berbanding lurus dengan kemudahan akses masyarakat Indonesia terhadap obat murah dan pelayanan kesehatan yang terjangkau. "Terkait tingginya harga obat, secara khusus Wakil Presiden, Jusuf Kalla memerintahkan kepada KPPU untuk memeriksa alur jual beli obat di Indonesia," ujar Syarkawi.
Sebagai tindak lanjut, Syarkawi menyatakan, KPPU hari ini mengundang Kementerian Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Farmasi dan Alat Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), Kementerian Perindustrian, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, United Nations Development Programme (UNDP), World Health Organization (WHO) dan Yayasan Perlindungan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI).
Melalui hearing ini, Syarkawi menyatakan harapan agar KPPU dapat informasi dan data dari stakeholder industri guna melakukan analisa persaingan usaha terkait industri Farmasi. "Kalau diperlukan, nanti kami juga akan mengundang perwakilan industri farmasi," katanya.
Wakil Presiden Jusuf Kalla meminta Komisi Pengawas Persaingan Usaha memeriksa alur jual beli obat di Indonesia. "Nanti minta KPPU periksa alur obat macam mana agar itu jangan seperti sekarang ini," kata JK di Istana Wakil Presiden Kamis, 12 November 2015 lalu. JK mengatakan, harga obat di Indonesia mahal meskipun biaya konsultasi dokter murah.
Kondisi itu, kata JK, terbalik dengan di luar negeri. Mahalnya obat di dalam negeri menjadi salah satu penyebab banyak orang akhirnya memilih berobat ke luar negeri. "Banyak pejabat yang berobat di luar negeri," kata dia.
PINGIT ARIA, TIKA PRIMANDARI