TEMPO.CO, Jakarta - Juru bicara PT Freeport Indonesia, Riza Pratama, mengatakan keputusan Freeport memilih melantai di bursa lewat penawaran perdana saham atau initial public offering (IPO) karena mengikuti aturan pemerintah. “Kami mengikuti pemerintah. Kalau pemerintah maunya begitu, ya sudah, walaupun aturannya belum ada karena masih direvisi,” ujarnya saat dihubungi pada Kamis, 19 November 2015.
Riza menegaskan, Freeport berkomitmen mengikuti mekanisme divestasi saham untuk Indonesia sebanyak 30 persen hingga 2019. Freeport tidak mempermasalahkan apakah saham itu nantinya akan diserahkan langsung kepada pemerintah atau melalui pasar modal. "Tidak masalah selama mekanisme dan peraturannya jelas," ujarnya.
Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan pemerintah belum menentukan opsi divestasi Freeport. Menurut Kalla, sebanyak 10,64 persen saham akan dilepas secara bertahap hingga 2019 atau dua tahun sebelum masa kontrak Freeport berakhir. "Divestasi itu banyak bentuknya, lihat nanti," ucapnya. Belum diputuskan soal skema IPO atau menawarkan sahamnya kepada publik.
Pemerintah saat ini sedang menyusun Peraturan Menteri ESDM untuk kemudian akan diatur pihak mana saja yang akan berhak mengambil alih saham Freeport hasil divestasi. Termasuk apakah akan dilakukan IPO atau tidak.
Opsi IPO adalah urutan ketiga pilihan divestasi yang bisa dilakukan Freeport. Pertama, Freeport harus menawarkan sahamnya kepada pemerintah. Bila pemerintah tidak mengambilnya, opsi akan jatuh kepada badan usaha milik negara (BUMN).
Baca Juga:
Opsi kedua adalah badan usaha milik daerah (BUMD). Ketiga saham bisa ditawarkan kepada swasta. Hanya, untuk opsi IPO, belum ada landasan hukum bagi Freeport untuk melakukannya.
BAGUS PRASETIYO | MAYA AYU PUSPITASARI