TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Bambang Gatot Aryono mengatakan pemerintah tidak memberikan batasan waktu kepada PT Freeport Indonesia untuk melakukan penawaran saham. Meski begitu, pemerintah tetap meminta perusahaan asal Amerika ini untuk segera melakukan divestasi saham karena sudah ditentukan di dalam Kontrak Karya (KK).
"Memang tidak ada batas waktu, tapi saya sudah menyampaikan peringatan mereka harus segera menawarkan,"ujar Bambang saat ditemui di kantornya, Rabu, 18 November 2015.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2014, batas waktu penentuan divestasi adalah satu tahun setelah peraturan tersebut diundangkan pada 14 Oktober 2014. Berdasarkan Peraturan itu juga, Freeport harus melakukan divestasi saham hingga 30 persen sampai 2019.
"Saat ini 9,36 persen saham Freeport sudah milik pemerintah. Tahun ini, Freeport harus melepaskan 10,36 persen saham dan 10 persen lagi hingga 2019," ujar Bambang.
Sampai saat ini, ujar Bambang, pihaknya masih menunggu hitung-hitungan saham PT Freeport yang akan ditawarkan kepada pemerintah. Jika penghitungan tersebut telah selesai dan diberikan kepada pemerintah, penawaran tersebut bakal dikaji kembali oleh tim gabungan yang terdiri dari Kementerian Keuangan, Kementerian BUMN, Kementerian ESDM. "Mereka harus segera menyampaikan penawaran tersebut. Lalu kami lakukan penghitungan per saham bersama."
Di saat pemerintah menunggu penawaran dari Freeport, PT Freeport sendiri rupanya menunggu keputusan dari pemerintah terkait aturan saham ke depannya. Keduanya saling menunggu kepastian dari maasing-masing pihak.
Juru Bicara Freeport Indonesia, Riza Pratama, mengatakan pihaknya sampai ini belum menawarkan divestasi saham kepada pemerintah lantaran masih menunggu mekanisme aturan yang jelas. "Kami masih menunggu konstruksi hukum dan mekanisme yang jelas," ujar Riza melalui pesan pendek yang diterima Tempo, Rabu, 18 November 2014.
Menanggapi hal tersebut, Bambang meminta Freeport tidak menunda penawaran saham kepada pemerintah dan mengikuti mekanisme yang ada. "Mereka katanya bilang sedang menghitung. Harusnya jangan ditunda karena ini aturan hukum positifnya, mekanismenya seperti itu."
DEVY ERNIS