TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, audit forensik terhadap Pertamina Energy Trading Ltd (Petral) seharusnya tidak hanya fokus pada periode 2012-2014. Musababnya, anak perusahaan Pertamina yang telah dilikuidasi itu sudah lama menangani pengadaan bahan bakar minyak nasional.
"Idealnya, dengan rentang waktu yang lebih panjang jadi komprehensif," kata Komaidi ketika dihubungi Tempo pada Selasa, 10 November 2015.
Namun, menurut dia, tantangan yang dihadapi auditor akan jauh lebih besar jika rentang audit diperlama. Auditor harus mengumpulkan banyak data. "Apakah data-datanya masih tersimpan dengan baik?"
Pejabat Kementerian Energi Sumber Daya Mineral yang mengetahui hasil audit tersebut membeberkan, salah satu yang didapat mafia dari praktik lancung tersebut adalah kontrak suplai minyak yang mencapai US$ 18 miliar dalam tiga tahun. "Itu cuma salah satu dari modus," ujar pejabat tersebut pada saat dikonfirmasi Tempo.
SIMAK: SKANDAL PETRAL: Terungkap, Mafia Migas Garong Rp 250 Triliun
Terkait pemilihan periode 2012-2014, Komaidi mengatakan, auditor mungkin punya pertimbangan khusus. "Apakah ada pertimbangan politisnya, itu yang menentukan auditor," ujar Komaidi. Dalam audit forensiknya, auditor global independen, Kordha Mentha, menemukan adanya mafia minyak dan gas yang menyebabkan anomali pengadaan minyak oleh Pertamina.
Selama ini, Komaidi meneruskan, Petral memang tidak transparan dalam pengadaan minyak. Dengan begitu, dia menduga, adanya potensi kerugian yang ditimbulkan dari perusahaan yang dibentuk pada 5 Maret 1976 itu. "Aspek keberadaan Petral diperlukan, dan di sejumlah negara ada lembaga dengan tugas seperti Petral. Tapi dalam pelaksanaannya ada penyimpangan," kata Komaidi.
Namun, Pertamina enggan menyebutkan adanya kerugian yang ditimbulkan oleh Petral. "Kami tidak punya kapasitas dan kewenangan untuk menentukan hal tersebut," ujar juru bicara Pertamina Wianda Pusponegoro. Pemeriksaan kerugian, kata Wianda, hanya bisa dilakukan lembaga berwenang. Dia mencontohkan hal tersebut butuh proses pemeriksaan dan pengumpulan bukti-bukti yang hanya bisa dilakukan lembaga penegak hukum.
SINGGIH SOARES | ROBBY IRFANI