TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang Jasa Pemerintah (LKPP) mengklaim sistem pengadaan dan lelang barang/jasa melalui sistem elektronik setahun ini telah menghemat keuangan negara hingga Rp 83 triliun. Meskipun mampu menghemat APBN, Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) yang dimiliki LKPP masih jauh dari sempurna.
"Ini senilai 10 proyek pembangunan waduk," ujar Kepala LKPP Agus Prabowo di Jakarta, Selasa, 10 November 2015. Kunci sukses tersebut diraih, kata Agus, karena penetrasi 631 kantor layanan dan 15 ribu pegawai LPSE disebar di seluruh wilayah Nusantara. Total, sejak 2008, LKPP telah melayani 445 ribu paket pengadaan secara transparan dengan nilai Rp 900 triliun.
Saat ini, selain memperdalam jangkauan layanan LPSE, Agus terus berfokus memperbanyak item layanan dan pengadaan. Menurut dia, saat ini jumlah barang yang ditawarkan pihaknya masih bertengger di angka puluhan ribu, sedangkan di Korea Selatan sudah mencapai 1 juta barang. Kendala lain adalah kegagapan teknologi Internet yang masih menghantui lebih dari 100 juta penduduk Indonesia.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Sofyan Djalil mengapresiasi efisiensi dan transparansi tersebut. Namun, menurut dia, efisiensi bukan menjadi prioritas utama, melainkan kualitas. Paradigma pemenang tender melalui tawaran yang paling murah perlu diubah.
"Saya tidak tahu pengadaan Internet seperti apa, tapi banyak pejabat di kantor saya yang masih pakai G-Mail dalam bertugas," ujar Sofyan. Tak tersedianya domain dan akun surat elektronik kementerian dan lembaga negara, kata dia, menjadi bukti kecil tidak memuaskannya pengadaan karena berusaha menekan angka semaksimal mungkin.
Menurut Sofyan, LKPP perlu merangkul lembagai lain dan aparat hukum semacam Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Badan Pemeriksa Keuangan, hingga Komisi Pemberantasan Korupsi untuk mencapai kualitas pengadaan dan pembangunan. Selain itu, Sofyan mengimbau adanya biaya pengawasan sekitar 4 persen dari total biaya proyek. "Investor akan senang dan nyaman bermitra jika ada kepastian pengawasan proyek, tanpa harus merombak ulang skema yang ada," ucapnya.
Dampak efisiensi pengadaan secara elektronik dirasakan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan sejak 2008. "Karena belanja efisien, saya bisa naikkan tunjangan eselon II jadi Rp 25 juta per bulan," kata Aher, panggilan akrabnya.
Aher bercerita, pada awal penerapan lelang elektronik, ia langsung dikecam pengusaha Bandung yang kerap menjadi langganan proyek pemerintah provinsi. Tapi hal ini dilakukannya agar daya saing pengadaan proyek lebih sehat dan berkualitas. Toh, pada akhirnya, ujar dia, para pengusaha Bandung bermain proyek di daerah lain.
Efisiensi APBD turut dirasakan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama. Saat ini Basuki mengaku bisa mengadakan ratusan truk sampah dalam waktu sepekan, begitu pula melipatgandakan tunjangan kerja dinamis secara fantastis bagi aparatur DKI Jakarta. "Gaji besar karena efektif, coba lihat yang sebelum-belumnya," katanya.
Ahok berharap LKPP terus berbenah menambah layanan lelang baru, semisal lelang untuk pengadaan rumah susun dan alat-alat kesehatan. Kedua hal tersebut, ujar dia, saat ini belum memiliki aturan yang ajek dalam pengadaannya. "Dalam pengadaan alkes, masih banyak yang ketangkep sampai sekarang," katanya.
ANDI RUSLI