TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah memutuskan untuk menaikkan tarif cukai rokok per 1 Januari 2016 rata-rata sebesar 11,19 persen dibanding tahun ini. Kenaikan tarif cukai tersebut telah mempertimbangkan kondisi industri rokok dan kesehatan masyarakat.
"Kenaikan tarif cukai tertinggi terjadi pada rokok golongan sigaret putih mesin dengan kisaran 12,96-16,47 persen," ujar Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi pada Senin, 9 November 2015. “Sedangkan yang terendah adalah rokok golongan sigaret kretek tangan (SKT) dengan kisaran 0-12 persen.”
Pemerintah, kata Heru, juga tidak menaikkan tarif cukai untuk jenis rokok sigaret kretek tangan (SKT) golongan III B. Salah satu pertimbangannya adalah karena kecepatan produksi jenis rokok ini tidak sama dengan rokok yang diproduksi dengan mesin. Dengan begitu, kenaikan cukai ini diyakini tidak akan mematikan industri rokok dan menyebabkan pemutusan hubungan kerja karyawan di industri tersebut.
Cukai rokok hingga kini masih menjadi salah satu andalan penerimaan negara. Tahun ini pemerintah menargetkan pendapatan cukai rokok sebesar Rp 139,12 triliun dan angka itu akan naik tahun depan menjadi Rp 148,86 triliun. Secara total pendapatan cukai dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2016 dipatok sebesar Rp 155,52 triliun yang terdiri dari Rp 148,86 triliun dari cukai hasil tembakau dan Rp 171,2 miliar dari cukai etil alkohol.
Heru optimistis target cukai rokok tahun ini bakal tercapai meskipun ada perlambatan ekonomi karena ada faktor pemilihan kepala daerah dan rencana kenaikan cukai rokok tahun depan. “Karena ada pilkada, biasanya konsumsi mengalami kenaikan,” ucapnya. Sedangkan rencana kenaikan cukai diperkirakan bakal direspons oleh perusahaan rokok dengan memesan cukai dengan tarif tahun ini yang belum naik.
Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Edy Putra Irawady sebelumnya mengungkapkan, pemerintah telah membuat perencanaan (roadmap) dan kebijakan-kebijakan terkait dengan industri hasil tembakau. Dengan adanya roadmap tersebut, ditargetkan pada 2020 pemerintah sudah tidak lagi mempertimbangkan besarnya penerimaan negara dan penyerapan tenaga kerja dari industri rokok sebagai prioritas.
Pada 2020 itu, kata Edy, pemerintah sudah mengedepankan aspek perlindungan masyarakat dari dampak negatif industri hasil tembakau. "Sebab, selama ini kita selalu ada masalah penyerapan tenaga kerja dan penerimaan," tuturnya pekan lalu.
SINGGIH SOARES | INGE KLARA SAFITRI | AHMAD FAIZ IBNU SANI