TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati mengatakan, Bank Indonesia (BI) sebaiknya menurunkan suku bunganya minimal 25 basis poin. Menurutnya, hal tersebut sebagai sinyal kelonggaran likuiditas setelah pemerintah mengeluarkan banyak stimulus dari sisi fiskal.
Enny menuturkan, keputusan pemerintah yang memberikan banyak rencana dan stimulus fiskal sudah seharusnya diikuti dari sisi kelonggaran terhadap likuiditas. Namun, menurutnya implementasi kebijakan pemerintah masih belum konkret dan efektif sehingga ada kekhawatiran jika BI melonggarkan likuiditasnya. "Ini kan yang selalu dibaca Pak Agus, komitmen realisasi fiskal masih terbatas," katanya, Minggu, 8 November 2015.
Ia menambahkan, selama ini suku bunga BI terlalu disetir oleh nilai tukar dengan sikap BI yang menghitung terjadinya capital flight. Padahal dengan kemungkinan naiknya permintaan dolar dan The Fed Rate di akhir tahun, capital filght tetap akan terjadi bila BI tidak menurunkan suku bunganya. "Acuannya terlalu berpatokan fluktuasi nilai tukar, akhirnya penentuan suku bunga ini jadi tidak independen."
Menurut Enny, daripada selalu mengacu ketidakpastian dari eksternal, lebih baik fokus pada internal, yakni sumber-sumber pertumbuhan ekonomi domestik. Sebab itu, menurutnya, diperlukan komitmen pemerintah terhadap stimulus fiskal. Dengan demikian, dampak gejolak yang dikhawatirkan BI terbayar oleh menggeliatnya sumber-sumber pertumbuhan dari dalam negeri, terutama investasi dan konsumsi. "Ini yang harus jadi komitmen bersama antara pemerintah dan BI."
AHMAD FAIZ IBNU SANI