TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia menjadi pasar konstruksi terbesar di ASEAN dengan nilai proyek mencapai sekitar US$ 267 miliar atau sekitar Rp 3.616,65 triliun. Presiden Joko Widodo sudah memutuskan untuk mempercepat pembangunan proyek-proyek infrastruktur dalam lima tahun ke depan.
"Diharapkan pada akhirnya pembangunan konstruksi ini tidak hanya akan membawa manfaat pertumbuhan ekonomi bagi negara tetapi juga untuk wilayah ASEAN," kata Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Yusid Toyib dalam keterangan tertulis Selasa, 3 November 2015.
Menurut Yusid, biaya barang dan jasa bergerak di Indonesia masih tinggi apabila dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Sebuah studi yang dilakukan Bank Dunia menunjukkan bahwa kurangnya infrastruktur menyebabkan pertumbuhan Indonesia tertinggal.
"Strategi pemerintah adalah menyederhanakan pelaksanaan proyek-proyek infrastruktur, untuk memungkinkan pelaksanaan yang lebih baik di sektor prioritas, seperti jalan, transportasi, pelabuhan, dan listrik," ujar Yusid.
Kementerian PUPR telah diamanatkan untuk memastikan bahwa semua pembangunan infrastruktur, khususnya pekerjaan umum dan perumahan rakyat, dilaksanakan sesuai rencana. "Bukan hanya karena kita akan memasuki Masyarakat Ekonomi ASEAN saja, melainkan memang seharusnya antarsektor harus saling support dalam membangun sektor konstruksi di Indonesia agar menjadi lebih kuat," kata Yusid.
Yusid menambahkan, seluruh pemangku kepentingan jasa konstruksi, mulai dari pemerintah, LPJK (Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi), penyedia jasa BUMN, swasta, asosiasi, lembaga keuangan, juga peran serta dunia pendidikan, harus bekerja sama dalam membentuk SDM yang kompeten. Selain itu, hal tersebut juga dapat menciptakan badan usaha yang andal, kukuh, dan berdaya saing tinggi agar menjadi lebih kompetitif.
ARIEF HIDAYAT