TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan Presiden Joko Widodo mengurungkan niat untuk mengumumkan paket kebijakan ekonomi jilid 6 hari ini. Presiden masih harus mengkaji beberapa poin dari kebijakan itu agar lebih matang.
"Rencananya hari ini oleh Presiden diumunkan, karena ada beberapa poin yang perlu dimatangkan sehingga rencananya ditunda dan akan diumumkan secepatnya," kata Pramono, di Kantor Presiden, Senin, 2 November 2015.
"Tapi waktunya tentunya, karena harus ada penyesuaian dan perhitungan kembali mungkin Rabu atau Kamis akan ada ratas soal tersebut."
Pramono mengatakan rincian poin dalam paket kebijakan ekonomi itu masih disusun secara lebih detil oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. Untuk selanjutnya akan kembali dibawa ke rapat terbatas pada pekan ini.
Namun, Pramono mengatakan untuk mengumumkan paket kebijakan ekonomi itu dipastikan bukan pekan ini. "Belum pasti pekan ini. Nanti masih menunggu disusun lebih detil."
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo berencana mengumumkan paket kebijakan ekonomi jilid ke 6 hari ini. Pengumuman itu dilakukan setelah Jokowi dan seluruh menteri Kabinet Kerja melalukan rapat paripurna di Kantor Presiden.
Dalam rapat kabinet paripurna itu, ada beberapa hal yang dihasilkan. Di antaranya adalah Jokowi meminta percepat serapan anggaraan pendapatan dan belanja negara 2015 serta mempercepat implementasi APBN 2016. Serta persiapan pelaksanaan pilkada serentak yang akan berlangsung pada 5 Desember 2015.
Pramono juga mengatakan dalam rapat tadi, Jokowi meminta semua jenis peraturan menteri dibahas lintas kementerian. Mekanismenya adalah setiap menteri harus melaporkan beleid peraturan menteri (Permen) kepada Presiden melalui Sekretariat Kabinet.
"Terutama bagi Permen yang mempunyai dampak pengaruh yang besar bagi maysarakat. Termasuk surat edaran," kata Pramono.
"Itu kenapa harus dilakukan, agar terang karena semangat Presiden melakukan deregulasi reform structure supaya tidak muncul aturan turunan baru yang akan menjadi beban bagi masyarakat."
Jokowi, kata Pramono, mempersilakan kepada para menteri untuk berbeda pandangan terkait suatu kebijakan yang akan disusun dalam peraturan presiden, instruksi presiden dan aturan lain. "Bukan hanya menteri, pejabat setingkat menteri diberikan kebebasan untuk berbeda pandangan sebelum Presiden memutuskan berupa Perpres, Inpres atau Kepres dan sebagainya.
Perbedaan itu kata Pramono diberikan ruang tetapi begitu sudah menjadi keputusan Perpres Inpres dan Kepres, maka harus tunduk dan tidak berpolemik.
Hal ini dilakukan untuk meminimalisir terjadinya polemik terhadap suatu kebijakan yang telah diteken dalam bentuk aturan resmi.
Pramono mengatakan kelonggaran beda pandangan ini dibuat lantaran untuk menyikapi fenomena kasus beda pandangan menteri yang selama ini terjadi. Namun dia enggan menjelaskan kasus mana yang menjadi fokus Presiden.
REZA ADITYA