TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional (Perbanas) Sigit Pramono mengatakan nilai tukar rupiah akan berada di posisi aman jika tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia tinggi. "Kita harus punya komitmen kuat 10-20 tahun ke depan. Pertumbuhan ekonomi kita harus dua digit setiap tahun agar cadangan devisa kita juga tinggi," ucapnya saat ditemui di Jakarta, Senin, 12 Oktober 2015.
Sigit berujar, mata uang rupiah masuk ke dalam golongan soft currencies, sementara mata uang seperti dolar dan yuan hard currencies. Risiko soft currencies adalah naik-turunnya sangat bergantung pada negara dengan mata uang hard currencies. "Itulah yang menjadi penyebab faktor eksternal menjadi sangat berpengaruh terhadap volatilitas rupiah," tutur Sigit.
Menurut Sigit, langkah Bank Indonesia yang melakukan intervensi untuk menjaga suplai dolar juga dianggapnya hanya memberikan dampak sementara. "Intervensi itu ya sama seperti membuang air garam di laut. Kalau mau memperkuat rupiah, ya harus perkuat pertumbuhan ekonomi juga."
Pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini masih berada pada level 4,7 persen. Menurut dia, butuh proses yang berkesinambungan agar tingkat pertumbuhan ekonomi mencapai dua digit, setidaknya harus digenjot hingga 7-8 persen. "Syukur-syukur bisa mencapai 10-11 persen. Butuh kesepakatan komitmen antara pemerintah sekarang dan selanjutnya," katanya.
Sigit menuturkan ini bukanlah tidak mungkin, mengingat Indonesia diproyeksikan masuk dalam daftar sepuluh besar negara dengan perekonomian terbesar pada 2020. Sedangkan pada 2045 atau seratus tahun pasca-kemerdekaan, Indonesia diprediksi bisa menembus enam besar.
GHOIDA RAHMAH