TEMPO.CO, Jakarta - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Jumat pagi, 9 Oktober 2015, bergerak menguat 396 poin menjadi 13.491 dibanding posisi sebelumnya sebesar 13.887 per dolar Amerika Serikat.
Kepala Riset NH Korindo Securities Indonesia Reza Priyambada di Jakarta, Jumat, mengatakan ketersediaan dolar AS yang bertambah di dalam negeri menyusul beberapa kebijakan pemerintah yang telah dikeluarkan masih menjadi salah satu sentimen positif bagi mata uang rupiah.
"Kebijakan ekonomi oleh pemerintah ditambah kebijakan moneter dari Bank Indonesia direspons positif kalangan pelaku pasar uang," ucapnya. (Lihat video Rupiah Bangkit, Ini Penyebabnya, Evaluasi Paket Kebijakan Ekonomi I dan II Jokowi, Peningkatan Daya Beli Masyarakat Jadi Fokus Kebijakan Ekonomi Jilid III)
Ia menjelaskan, sentimen dari harga minyak mentah dunia yang dalam beberapa hari terakhir ini berada dalam tren penguatan menambah sentimen positif bagi rupiah dan mata uang negara berkembang lain. Minyak mentah dunia saat ini mulai bergerak ke level 50 dolar AS per barel.
"Penguatan yang terjadi pada rupiah ini tentunya diharapkan masih dapat berlanjut. Meski rawan aksi ambil untung oleh spekulan, sifatnya belum signifikan, mengingat sentimen di dalam negeri masih cukup baik," tuturnya.
Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra menuturkan dolar AS melanjutkan pelemahan terhadap mayoritas mata uang dunia menyusul belum adanya kepastian kenaikan suku bunga bank sentral AS (Fed Fund Rate).
"Bank sentral AS diperkirakan mempertahankan suku bunganya di tengah kondisi perekonomian global yang belum pulih, terutama dari Tiongkok," katanya.
Menurut dia, lembaga Dana Moneter Internasional (IMF) yang memangkas outlook pertumbuhan ekonomi dunia tahun ini meningkatkan kecemasan The Fed sehingga menunda kenaikan suku bunga hingga tahun depan.
"IMF memperkirakan perekonomian global kemungkinan hanya menunjukkan pertumbuhan 3,1 persen pada 2015 atau lebih rendah 0,2 persen dibanding proyeksi sebelumnya pada Juli lalu," ucapnya.
ANTARA