TEMPO.CO, Jakarta - Nilai tukar rupiah menguat tajam terhadap dolar Amerika Serikat sejak awal pekan ini. Pelaku pasar beranggapan, penguatan rupiah didukung masuknya dana asing terkait dengan penerbitan saham baru (rights issue) PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) senilai hampir Rp 21 triliun.
Analis dari Universal Broker Indonesia, Satria Utomo, mengatakan tidak sepakat dengan pernyataan menguatnya rupiah beberapa hari ini karena aliran dana asing terkait dengan penerbitan saham baru Sampoerna. “Operasi pasar butuh jutaan dolar. Itu memang tinggi, tapi tidak cukup bisa dikatakan seperti itu,” ucapnya kepada Tempo, Kamis, 8 Oktober 2015.
Menurut dia, penguatan rupiah yang terjadi lebih karena penundaan rencana kenaikan suku bunga AS (Fed Rate) dan pasar di AS sedang bagus. Selain itu, penguatan rupiah juga bisa dianggap sebagai respons pasar atas paket kebijakan yang dikeluarkan pemerintah. (Lihat video Rupiah Menguat, Angin Segar Bagi Investor Asing, Industri Kecil yang Terdampak Akibat Melemahnya Rupiah)
Senada dengan Satria, analis dari LBP Enterprises, Lucky Bayu Purnomo, menuturkan digulirkannya isu right issue Sampoerna sebagai dalang di balik penguatan rupiah bertujuan membangun fundamental pasar. “Info tersebut akan menguntungkan emiten (HM Sampoerna),” katanya saat dihubungi Tempo.
Nilai tukar rupiah terus berada dalam tren menguat terhadap dolar AS. Hanya dalam waktu beberapa hari, dolar AS meninggalkan level Rp 14 ribu, bahkan mampu menyentuh Rp 13.821.
Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution sempat menilai posisi nilai tukar sekarang masih berada di bawah fundamentalnya. Jadi masih berpeluang terus menguat terhadap dolar AS, bergantung pada kondisi ekonomi global dan dalam negeri.
INGE K.S.