TEMPO.CO , Jakarta: Proses hukum kasus perdagangan manusia yang dilakukan oleh PT Pusaka Benjina Resources telah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Dobo Kabupaten Kepulauan Aru Maluku dan akan dijadwalkan pemeriksaan saksi.
Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Abdul Haris Semendawai mengatakan pihaknya siap memberikan jaminan perlindungan kepada saksi kunci anak buah kapal asal Myanmar. "Sudah ada permintaan dari Kejaksaan dan Kepolisian agar korban mendapat perlindungan saat memberikan kesaksian, tapi belum dipastikan jadwalnya kapan," ujar Abdul kepada Tempo, Senin, 5 Oktober 2015.
Saat ini kasus perdagangan manusia yang menyeret PT Benjina telah masuk P21 (berkas sudah lengkap). Kasus tersebut ditangani Polres Aru dan semua barang bukti serta tersangka telah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Dobo. Abdul mengungkapkan instansinya telah berkoordinasi dengan otoritas berwenangan di Myanmar ihwal saksi-saksi yang bakal diterbangkan dari Myanmar ke Indonesia.
Namun, menurut Abdul, meski pemerintah Myanmar mendukung upaya untuk mengusut kasus ini, hingga kini belum disepakati siapa pihak yang bakal membiayai akomodasi saksi-saksi tersebut. Dia berharap pemerintah Myanmar atau pun Indonesia bisa memfasilitasi biaya penerbangan agar proses hukum tidak terhambat.
"Anggaran biaya dari Myanmar ke Indonesia saja kendalanya. Sampai sekarang kami masih bertanya-tanya juga siapa yang bakal membiayai karena kalau anggaran kami terbatas," ujar Abdul.
LPSK, ujar Abdul, hanya menyediakan fasilitas seperti tempat menginap, pendampingan serta perlindungan kepada saksi. "Selama mereka (saksi) berada di wilayah indonesia untuk memberikan kesaksian."
Sebelumnya, ratusan anak buah kapal Benjina telah dipulangkan ke negara asal oleh Organisasi Internasional untuk Migran (IOM). Tercatat 659 ABK dipulangkan ke negara masing-masing dari Pulau Benjina, Kepulauan Aru, Maluku. Mereka adalah korban perdagangan manusia serta perbudakan yang dilakukan PT Benjina.
Wakil Ketua Tim Satuan Tugas Anti Ilegal Fishing Yunus Husen mengatakan perusahaan PMA asal Thailand itu telah melakukan pelanggaran paling mendasar. "Perbudakan telah melanggar hak asasi manusia, "ujar dia.
Yunus menjelaskan, ikan-ikan yang diperoleh Benjina juga didapatkan melalui praktik illegal fishing. Sebab, tidak disertai dengan dokumen surat izin penangkapan ikan serta memalsukan dokumen identitas awak kapal.
DEVY ERNIS
Baca juga:
Omar Dani: CIA Terlibat G30S 1965 dan Soeharto yang Dipakai
Kisah Salim Kancil Disika, Disetrum, TakTewas: Inilah 3 Keanehan