TEMPO.CO, Jakarta - Tiga bank pelat merah memperoleh pinjaman senilai US$3 miliar dari China Development Bank (CBD).
Pinjaman yang setara dengan Rp42 triliun dengan kurs Rp14.000 per dolar AS tersebut memiliki tenor 10 tahun.
Sebesar 70% dari total pinjaman tersebut dikucurkan dengan denominasi dolar dengan tingkat suku bunga LIBOR 6 bulan 2,85% atau setara dengan 3,4% per tahun, sisanya 30% sisanya berdenominasi renminbi (yuan) dengan tingkat bunga Shibor 6 bulan 3,3% atau setara dengan 6,62% per tahun.
PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) Tbk membantah pinjaman senilai US$1 miliar untuk masing-masing bank tersebut tanpa menyertakan jaminan, baik berupa aset maupun saham.
Direktur Utama Bank BRI Asmawi Syam mengatakan pinjaman tersebut tidak disertai dengan persyaratan khusus yang mengikat.
Kami tegaskan kembali bahwa pinjaman ini tanpa jaminan atau tanpa syarat-syarat yang mengikat seperti harus memboyong pekerja China pada proyek infrastruktur yang didanai BRI melalui pinjaman tersebut," ujarnya.
Pinjaman dari CDB tersebut murni business to business (B to B) dan bersifat komersial.
Rencananya, pinjaman ini akan disalurkan untuk membiayai pembangunan infrastruktur dimana bersifat jangka panjang.
Indonesia, lanjutnya, butuh pendanaan Rp5.500 triliun untuk infrastruktur selama 5 tahun ke depan. Total pinjaman yang diberikan pada tiga bank pelat merah tersebut masih jauh dibawah total kebutuhan pembiayaan pembangunan infrastruktur pemerintah hingga tahun 2019.
"Memang pinjaman itu masih jauh dari kebutuhan, tidak sampai 1% dari kebutuhan proyek infrastruktur. Ini bukan kali pertama kami melakukan pinjaman bilateral seperti ini. Rata-rata waktu yang kami jalani untuk pinjaman seperti ini adalah 1-4 tahun sehingga kalau kita tuntut pembiayaan infrastruktur, tidak ada yang berani memenuhinya. Memang selain CDB ada bank lain yang menawarkan, tapi tenornya tak sampai 10 tahun," tutur Asmawi.