TEMPO.CO, Jakarta - Pengusaha mebel dan kerajinan mengeluhkan sikap pemerintah yang kurang memperhatikan pertumbuhan industri sektor hilir kayu. Pengusaha mengancam akan mengalihkan bisnisnya ke negara tetangga karena birokrasi yang berbelit-belit dan tidak ada kepastian hukum.
"Ribuan rekan kami di Sidoarjo sudah bersiap untuk hengkang tahun depan," kata Sekretaris Jenderal Asosiasi Mebel dan Kerajinan Indonesia (AMKRI) Abdul Sobur, Sabtu, 19 September.
AMKRI mengeluhkan birokrasi yang berbelit-belit terutama terutama setelah pemerintah mewacanakan kewajiban kepemilikan Sertifikat Verifikasi Legalitas Kayu sebagai syarat ekspor tahun depan. Menurut Sobur, kebijakan ini salah sasaran karena seharusnya diterapkan ke industri hulu.
Sobur menambahkan, perolehan dokumen tersebut memakan waktu dan berbiaya mahal. Pengurusan sertifikat, bisa mencapai Rp 50 juta sehingga memberatkan pengusaha mebel skala kecil dan menengah.
AMKRI kata Sobur mengusulkan sistem pengupahan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah. Sistem ini membuat isu kenaikan upah buruh menjadi komoditas politik yang dimanfaatkan pihak-pihak tertentu untuk kepentingan pribadi.
Asosiasi menilai hambatan ini penyebab melemahnya daya saing produk lokal di pasar global. Saat ini, Indonesia hanya menguasai nilai pasar mebel dan kerajinan dunia sebesar US$ 2,8 miliar. Sementara, saat ini Vietnam jauh lebih unggul dengan penguasaan US$ 7 miliar. Cina menjadi juara karena perolehan nilai ekspor hingga US$ 50 miliar.
Sobur menilai Indonesia berpotensi meningkatkan ekspor hingga US$ 5 miliar pada lima tahun mendatang jika mau memperhatikan keluhan pengusaha. "Kami yakin bisa mencapai pertumbuhan hingga 15 persen per tahun."
Sobur mengklaim sektor ini mampu menyerap tenaga kerja hingga 2,5 juta orang jika pertumbuhannya moncer. Saat ini, terdapat 2000 pengusaha mebel besar yang berfokus pada pasar luar negeri. "Jangan lupa, dengan ekspor kami juga membantu negara memperoleh devisa," ucapnya.
ROBBY IRFANY