TEMPO.CO , Jakarta: Direktur Pembinaan Usaha Hilir Migas Kementerian Energi Setyorini Tri Hutami menuturkan sampai sekarang Pertamina belum melaporkan rencana penjualan elpiji barunya secara tertulis. Laporan baru disampaikan secara lisan saja.
Dia mengimbau perseroan agar lekas berkoordinasi ke Kementerian Energi sebelum peluncuran. Satu hal penting, menurut Rini, yang perlu dikoordinasikan adalah terkait harga jual.
"Saya dengar Rp 80 ribu. Tapi saya belum dapat laporan resminya," Rini berujar.
Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan mengapresiasi aksi perseroan kali ini. Dia menduga peluncuran elpiji baru dapat berperan sebagai produk perantara yang mampu mengurangi penggunaan gas subsidi.
Mamit berkaca pada penjualan Pertalite, BBM jenis baru Pertamina, yang saat ini mampu menekan penjualan Premium di beberapa kota. Dengan adanya dua produk perantara, perseroan berkesempatan lebih besar mengurangi angka kerugian.
Harga perkiraan elpiji baru juga dianggap dia masih unggul dari rival sejenis, yakni Blue Gaz. PT Blue Gas membanderol gas elpiji 5,5 kilogram dengan harga Rp 110 ribu per tabung.
Namun, Mamit menuntut Pertamina agar jangan hilang fokus untuk mengembangkan jaringan gas rumah tangga, sebagaimana amanat Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Sebab, gas alam cair (LNG) yang disalurkan ke rumah-rumah terbukti lebih hemat dan mampu menekan defisit anggaran negara.
"Itu langkah jangka panjang yang sudah harus dieksekusi segera oleh Pertamina," kata Mamit melalui sambungan telepon.
Ihwal harga, juru bicara Pertamina Wianda Pusponegoro mengatakan, penetapan harga jual masih dalam tahap kajian. Pertamina juga belum menakar pasti, berapa target penjualan pertama elpiji 5,5 kg yang nantinya beredar ke pasar.
"Harga dan volume masih dipersiapkan," kata Wianda.
ROBBY IRFANY | ANTARA