TEMPO.CO, Jakarta - Deputi Bidang Pendanaan Pembangunan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Wismana Adi Suryabrata mengatakan pemerintah tidak akan memasukkan tawaran pinjaman dari Inggris sebesar 1 miliar poundsterling atau senilai Rp 22,2 triliun. Terlebih pada pembangunan proyek infrastruktur negara dengan skema government to government.
"Sudah dipelajari, ternyata Inggris belum berpengalaman bermitra dengan Indonesia," ujar Wismana di kantornya, Kamis, 17 September 2015.
Menurut Wismana, pemerintah tak mau mengambil risiko jika bermitra dengan Inggris karena belum terbukti kualitasnya. Akibatnya, tidak akan ada pembangunan infrastruktur yang terdapat dalam buku biru—Daftar Rencana Pinjaman Luar Negeri tahun 2015-2019—senilai US$ 39,9 miliar.
Pemerintah, ujar Wismana, lebih memilih pinjaman dari para kreditor yang sudah menjalin kerja sama sebelumnya dengan Indonesia. Pengalaman dan kecepatan pembangunan akan menjadi prioritas pertimbangan pembiayaan dalam blue book.
Jepang, Cina, Asian Development Bank, Korea Selatan, dan Jerman setidaknya sudah berkomitmen dan disetujui pemerintah untuk membiayai proyek-proyek yang ada dalam blue book. "Ada on going project sekitar US$ 10 miliar," kata Wismana, yang mengaku lupa dengan detail proyeknya.
Namun Wismana mengatakan kebijakan ini tidak serta-merta menutup pembiayaan dari Inggris. "Untuk skema kerja sama private public partnership tentu oke saja," tutur Wismana.
Sebelumnya, tawaran pinjaman duit tersebut ditawarkan langsung oleh Perdana Menteri Inggris David Cameron kepada Presiden Joko Widodo bulan Juli lalu. Saat itu, Cameron menyampaikan langsung minat Inggris untuk membiayai proyek pengolahan limbah dan transmisi pembangkit listrik geotermal yang ada pada daftar proyek dalam blue book.
ANDI RUSLI