TEMPO.CO, Jakarta -Ekspor minyak sawit Indonesia ke Amerika Serikat pada Agustus 2015 tercatat sebanyak 58,7 ton. Angka itu naik 60 persen dibanding Juli 2015 yang hanya 58,7 ribu ton.
Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menyatakan, penyebab kenaikan itu adalah pemberlakuan efektif pelarangan penggunanan trans fat atau lemak trans dalam produk makanan oleh Badan Administrasi Obat dan Makanan (Food and Drug Administration–FDA).
Minyak sawit adalah salah satu minyak yang tidak mengandung lemak trans sehingga menjadi alternatif pengganti minyak nabati lain yang mengandung lemak trans. "Harga yang murah dibandingkan dengan minyak nabati lainnya juga menjadi faktor pendorong kenaikan permintaan," kata Fadhil saat dihubungi, Rabu 16 September 2015.
Selain Amerika Serikat, negara lain yang juga meningkatkan impor minyak sawit dari Indonesia adalah Bangladesh. Pada Agustus lalu, Bangladesh mengerek impor minyak sawit dari Indonesia sebesar 257 persen atau dari 47 ribu ton pada Juli naik menjadi 167,55 ribu ton pada Agustus.
Meningkatnya permintaan yang signifikan dari Bangladesh, menurut Fadhil, karena stok minyak nabati di dalam negeri yang sudah menipis dan pada saat yang sama harga minyak sawit sedang pada level terendah.
Sementara ada negara yang meningkatkan permintaan sawitnya, beberapa negara lain jugstru mengurangi pesanannya. Fadhil menyebut, pada Agustus lalu, negara-negara di Uni Eropa mengurangi permintaannya akan minyak sawit cukup signifikan.
Ekspor minyak sawit ke Benua Biru tercatat turun 30 persen dibandingkan bulan sebelumnya, atau dari 380,13 ribu ton pada Juli turun menjadi 264,55 ribu ton pada Agustus. Rendahnya permintaan Uni Eropa dipicu oleh jatuhnya harga minyak biji-bijian khususnya kedelai.
Penurunan permintaan minyak sawit diikuti oleh Cina, yang mencatatkan penurunan sebesar 26 persen atau dari 407,33 ribu ton pada Juli menjadi 301,47 ribu ton pada Agustus. Hal yang sama juga diikuti India yang membukukan penurunan 19 persen atau dari 427,34 ribu ton pada Juli turun menjadi 355,49 ribu ton pada Agustus. "Cina dan India menurunkan impor minyak sawitnya karena lesunya ekonomi di negara tersebut," ujar Fadhil.
Gapki juga mencatat bahwa untuk pertama kalinya harga minyak sawit mentah (Crude Palm Oil / CPO) global jatuh pada level terendah sejak enam tahun terakhir. Harga CPO jatuh di bawah US$ 600 per metrik ton. Namun, endahnya harga CPO global tidak serta merta mendongkrak volume ekspor minyak sawit Indonesia. "Ekspor minyak sawit Indonesia justru stagnan," kata Fadhil.
PINGIT ARIA