TEMPO.CO , Jakarta - Calon investor menanti ketegasan sikap pemerintah dalam melanjutkan proyek kereta cepat. Atase Perekonomian dan Pembangunan Kedutaan Besar Jepang untuk Indonesia, Yoshiko Kijima, mengatakan pemerintahnya cuma menanti ketertarikan swasta, karena tidak memiliki perusahaan pelat merah yang bisa ditunjuk untuk menggarap proyek tersebut.
Menurut Kijima, pemerintah Jepang juga kesulitan untuk menentukan sikap karena Kementerian Badan Usaha Milik Negara belum mempublikasikan spesifikasi rencana proyek. Padahal Kementerian BUMN telah ditunjuk oleh Presiden Joko Widodo untuk meneruskan rencana proyek kereta cepat atau menengah Jakarta-Bandung, dengan skema antar bisnis (B-to-B). "Karena belum ada pengumuman dari Kementerian BUMN, belum ada sikap dari investor Jepang yang sebetulnya berminat dalam proyek ini," kata dia kepada Tempo, Rabu, 16 September 2015.
Pemerintah Cina yang sebelumnya akan terjun dalam proyek ini kini bersikap pesimistis. Kepada Tempo, Atase Perekonomian dan Bisnis Kedutaan Besar Cina di Indonesia, Wang Liping, mengaku khawatir jika pemerintah Indonesia bakal membatalkan atau tak memilih satu pun proposal proyek kereta cepat atau menengah yang sekarang sedang dihitung ulang. "Sekarang kereta menengah dianggap cocok, tapi bisa jadi enam bulan kemudian sebaliknya," kata Wang.
Dalam keterangan yang dilansir situs Sekretaris Kabinet, Selasa, 15 September 2015, Presiden Joko Widodo mengatakan rencana proyek kereta cepat Jakarta-Bandung tidak dibatalkan. Proyek ini tetap dilanjutkan tapi tidak menggunakan anggaran dan jaminan dari negara. Proyek ini pun harus digarap dengan skema B-to-B, baik antara perusahaan negara atau swasta dengan swasta. "Saya menunggu hitungannya. Kalau masuk akal, silakan jalan. Bukan dibatalkan, siapa bilang dibatalkan?" ujar Jokowi, yang saat itu berada di Doha, Qatar.
Saat ini, kata Jokowi, ada dua alternatif untuk melanjutkan proyek kereta cepat. Pilihannya yakni menggunakan kereta berkecepatan tinggi, 350 kilometer per jam, atau kecepatan menengah 250 kilometer per jam. Namun kelanjutan proyek yang lebih banyak bersifat politik mesti diperhitungkan. “Jangan mentang-mentang bawa uang dan teknologi, terus mau ngatur-ngatur, nggak begitu. Jangan juga terlalu ikut dan disetir oleh investor, ndak mau saya,” kata Jokowi.
Pada awal September lalu, pemerintah menolak dua proposal proyek kereta cepat Jakarta-Bandung dari Cina dan Jepang. Kedua proposal tersebut ditolak karena menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Jika proyek itu dilanjutkan, pemerintah menyarankan penggunaan kereta kecepatan menengah 200-250 kilometer per jam dengan skema B-to-B.
KHAIRUL ANAM