TEMPO.CO, Jakarta - Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat turut berimbas terhadap pelaku bisnis online shop di Kota Bogor, Jawa Barat, yang mengalami penurunan jumlah pembelian. "Sudah satu bulan ini daya beli masyarakat berkurang. Biasanya satu bulan bisa menjual 50 item, bulan ini baru 20 item yang terjual," kata Yuli Valentina, pemilik online shop Valentina Shop, saat ditemui di Bogor, Selasa, 15 September 2015.
Menurut Yuli, sebelum krisis atau saat rupiah masih stabil, dalam sebulan ia mengantongi keuntungan sebesar Rp 4 juta dari berjualan jam tangan melalui usaha yang baru setahun dirintisnya ini.
Yuli menjual jam tangan berbagai merek lokal ataupun impor "KW" super dan orisinal. Pangsa pasarnya tidak hanya di Bogor, tapi juga Jakarta, Depok, Tangerang, Bekasi hingga luar Pulau Jawa. "Belum lagi sepi pembeli, bisnis online shop juga lagi berat-beratnya karena krisis ekonomi ini. Harga ongkos kirim juga mengalami kenaikan, untuk wilayah Jabodetabek naik 10 persen," katanya.
Yuli, yang masih berstatus mahasiswa, menjual barang dagangannya menggunakan akun Instagram, dengan harga yang relatif terjangkau dan kualitas terjamin. "Kalaupun dolar naik, harga jam masih stabil, belum ada kenaikan. Gimana mau menaikkan kalau daya beli masyarakat menurun," katanya.
Guna menyiasati situasi tersebut, ia kini harus mencari akal agar usahanya memiliki daya tarik buat pelanggan dan pengikut Instagram-nya supaya mau membeli produk yang dipasarkannya. "Pandai-pandai membuat promosi, beli dua gratis satu. Atau beli tiga gratis ongkos kirim. Intinya, yang bisa menarik minat pembeli," katanya.
Menurut Yuli, bisnis online shop sudah banyak diminati masyarakat. Di wilayah Bogor sudah ada ratusan pelaku yang menjual aneka produk, baik barang maupun makanan. "Online shop itu kecil risiko, tidak perlu buat izin, bangun toko. Saya juga tidak perlu capek-capek menawarkan barang, justru pembeli yang datang melalui akun jual-beli yang kita punya," katanya.
ANTARA