TEMPO.CO , Jakarta: Para pengusaha ritel sejauh ini menghindari pemutusan hubungan kerja dalam mengantisipasi pelemahan ekonomi nasional. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Mandey mengatakan para pengusaha masih bisa bertahan di tengah kondisi ekonomi yang mengalami perlambatan. "Kami hanya mengatur jam kerja karyawan," kata Roy di kantor Badan Pusat Statistik, Jakarta, Senin, 14 September 2015.
Persoalan PHK tidak hanya menghantui sektor industri ritel. Dari catatan Roy, setidaknya ada sekitar 300 ribu karyawan yang di PHK imbas dari melemahnya ekonomi global. Angka itu berasal dari seluruh sektor industri.
Aprindo mempunyai anggota sekitar 24.970 outlet/ toko dengan menyerap tenaga kerja langsung sebanyak 3 juta orang dan sebanyak 13,7 juta tenaga kerja tidak
langsung. Angka itu merupakan terbesar kedua setelah sektor pertanian, kehutanan, perkebunan dan perikanan.
Kendati merasakan dampak dari perlambatan ekonomi, kata Roy, Aprindo berharap bisa meraup omset lebih baik pada tahun ini. Tahun lalu, sektor ritel berhasil mengantongi omset Rp 165 triliun.
Roy menyatakan target tahun ini berkisar di angka
Rp 184 triliun. "Ada revisi target sebesar delapan persen," ucapnya.
Pertumbuhan sektor ritel pun mengalami pemangkasan. Roy mengatakan target pertumbuhan dari yang semula 13 sampai 15 persen diturunkan menjadi delapan hingga 12 persen.
Meski ada revisi target, Aprindo berupaya keras untuk tidak menaikkan harga penjualan. Menurut dia, kenaikan harga barang merupakan langkah terakhir yang dilakukan oleh para pengusaha ritel. Salah satu strategi menahan kenaikan harga barang ialah dengan menyiapkan pasokan atau stok tiga hingga empat bulan lalu.
Namun aroma kenaikan harga sudah mulai tersebar. Roy menyebut di sisi produsen sudah ada keinginan untuk menaikan harga lima hingga enam persen. Hal ini tidak
lepas dari semakin melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Ia memprediksi kenaikan harga bakal terjadi pada bulan depan.
ADITYA BUDIMAN