TEMPO.CO, Jayapura - Untuk mendorong percepatan pembangunan di Bumi Cenderawasih, Papua, seperti yang diharapkan Presiden Joko Widodo, Balai Jalan Wilayah X Papua dan Papua Barat sedang menggenjot percepatan pembangunan Jalan Trans Papua sepanjang 4.325 kilometer.
"Dari jumlah ini, 827 kilometer masih hutan belantara," kata Kepala Balai Jalan Wilayah X Papua dan Papua Barat Oesman Marbun, Rabu, 9 September 2015.
Sehingga menurut Oesman, pihaknya masih membutuhkan dana sekitar Rp 15 triliun guna membuka jalan sepanjang 827 kilometer yang masih berupa hutan belantara itu.
"Tugas kami membuka 827 kilometer ini hingga 2018 mendatang, jadi sisa kurang lebih tiga tahun lagi. Hanya saja, dari panjang Jalan Trans Papua saat ini, ada sejumlah jalan yang sudah dilakukan peningkatan, juga ada yang pengerasan, serta pengaspalan,” ia menjelaskan.
Jalan Trans Papua ini nantinya akan menghubungkan sejumlah ruas jalan, seperti Manokwari, Sorong, Wondama, Enarotali di Pania, Nabire, Bioga, Sugapa, Ilaga, Mulia di Puncak Jaya, Sinak, Karubaga di Tolikara, Ilu, Jayapura dan Elelim. Sedangkan jalur lintas bawah, yakni ruas Jalan Habema, Wamena, Paro, Mapenduma, Kenyam, Oksibil di Pegunungan Bintang, Dekai di Yahukimo, Iwur, Tanah Merah, Merauke, dan Waropko.
Dalam melakukan pembangunan Jalan Trans Papua, kata Oesman, pihaknya mendapatkan sejumlah kendala, misalnya persoalan hak ulayat tanah adat warga setempat. Karena itu, dibutuhkan peran pemerintah daerah setempat, terutama di lokasi pembangunan jalan. "Selama ini pemda sangat membantu, misalnya untuk ganti rugi pembayaran tanah," ia menjelaskan.
Hanya saja terkait persoalan pembayaran ganti rugi tanah dengan warga pemilik hak ulayat adat atau pemilik tanah yang digunakan dalam pembangunan Jalan Trans Papua ini, kata Oesman, kadang harus melakukan ganti rugi tanah yang tak ada batasnya.
"Selain itu, harga pembangunan jalan di kawasan pantai, beda dengan pembangunan jalan di wilayah pegunungan. Tapi perbedaan itu tak terlalu menonjol," katanya.
CUNDING LEVI