TEMPO.CO, Jakarta - Kemarau panjang akibat El Nino mempengaruhi perikanan budi daya di Cilacap. Menurut Kepala Dinas Kelautan Perikanan dan Pengelola Sumber Daya Kawasan Segara Anakan (DKPPSDKSA) Cilacap Supriyanto, kemarau saat ini masuk kategori kekeringan ekstrem. "Karena lebih dari 60 hari tidak ada hujan," ujarnya, Selasa, 8 September 2015.
Menurut dia, kondisi tersebut berpengaruh pada budi daya perikanan darat karena banyak kolam yang kekurangan air. Bahkan, di beberapa wilayah, ada kolam yang sama sekali tidak ada airnya karena sudah terlalu kering.
Kendati demikian, dia mengatakan bahwa di beberapa wilayah, seperti Kecamatan Maos, airnya masih mencukupi sehingga budi daya ikan gurami tetap berkembang. "Kami telah memantau ke sejumlah wilayah, termasuk beberapa BBI (balai benih ikan). Bahkan di BBI Pesanggrahan, Kecamatan Kesugihan, sama sekali tidak ada airnya karena kolam-kolam itu sangat bergantung pada hujan," kata Supriyanto.
Terkait dengan hal itu, dia mengatakan, pihaknya akan berupaya menyikapi kondisi tersebut dengan membuat sumur pantek jika memungkinkan. Akan tetapi, pembuatan sumur pantek itu berisiko terhadap lingkungan karena di beberapa daerah cadangan airnya berkurang. Dia berharap hujan akan segera turun sehingga kolam-kolam ikan dapat terisi air.
Kepala Bidang Produksi DKPPSDKSA Indarto memperkirakan produksi perikanan budi daya di Cilacap mengalami penurunan sekitar 20-25 persen akibat kemarau panjang. Menurut dia, jenis ikan yang paling terkena dampak kemarau panjang adalah gurami dan emas, sedangkan lele masih bisa bertahan.
"Dengan kondisi cuaca seperti ini, produksi dan produktivitas agak terhambat. Di beberapa daerah dilaporkan ada penyakit yang menyerang ikan meskipun bukan penyakit yang berbahaya," tuturnya.
Menurut dia, penyakit yang menyerang ikan-ikan itu disebabkan kondisi lingkungan yang tidak ramah terhadap perikanan budi daya. Sebab, cuaca pada siang hari terasa sangat panas, sedangkan malam hari dingin sekali.
Indarto mengatakan bahwa fluktuasi suhu tersebut sangat berpengaruh terhadap ikan air tawar atau budi daya perikanan darat di wilayah minapolitan Dayeuhluhur, Wanareja, Majenang, Maos, dan Sampang.
"Wilayah yang paling terkena dampak kemarau panjang berada di Cilacap bagian barat (Dayeuhluhur, Wanareja, dan Majenang) karena sebagian besar kekeringan dan sebagian kecil masih terairi, meskipun sangat kecil," ucapnya. Adapun di wilayah timur (Maos dan Sampang) sebagian besar masih terdapat air karena terbantu aliran irigasi.
ANTARA