TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah segera mengeluarkan beleid pembangunan kilang baru yang tertuang dalam peraturan presiden. Menurut Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi Sumber Daya Mineral IGN Wiratmadja ini, empat opsi diatur dalam Perpres tersebut, sehingga pembangunan kilang menjadi lebih fleksibel.
"10 tahun ke depan Indonesia butuh empat kilang baru yang masing-masing berkapasitas 300 ribu barel per hari." ujar Wiratmadja sebagaimana dilansir situs resmi Ditjen Migas www.migas.esdm.go.id pada Selasa, 8 September 2015.
Rencananya, empat opsi yang tersedia adalah kilang dibangun oleh swasta, kerja sama pemerintah dengan swasta, penugasan khusus kepada PT Pertamina dan dibiayai oleh APBN. Wirat mengatakan, investasi empat kilang memakan biaya hingga US$ 12 miliar.
Wirat menambahkan, dari empat skema ini, kilang paling mungkin dibangun dengan model kerja sama pemerintah dengan badan usaha dan opsi penugasan pada PT Pertamina (Persero). Sebab Pertamina diketahui sudah menyepakati kerja sama pengembangan kilang melalui program New Grassroot Reinery dengan Kuwait Petroleum Company dan beberapa investor lain.
Kilang dibutuhkan guna menekan impor bahan bakar minyak nasional. Tercatat, kebutuhan BBM Indonesia saat ini mencapai 1,36 juta barel per hari. Semenara kilang saat ini hanya mampu memproduksi 719 ribu barel BBM per hari.
Indonesia terakhir membangun kilang pada dekade 1970-an, atau pada lonjakan harga minyak melanda pasar global. Sampai saat ini pun, Pertamina memiliki delapan kilang lama di Dumai, Sungai Pakning, Plaju, Balongan, Balikpapan, Cepu, Balongan, dan Cilacap. Selain Pertamina, kilang swasta lainnnya adalah milik PT TransPacific Petrochemical Indotama dan PT Tri Wahana Universal.
Diketahui, dalam catatan Badan Koordinasi Penanaman Modal, sampai saat ini permintaan penanaman modal pembangunan kilang minyak di tanah air masih nol. Padahal, sejak awak tahun lalu, pemanis investasi sudah diberikan pemerintah.
Deputi Bidang Pengendalian dan Pengawasan Investasi BKPM Azhar lubis beranggapan seretnya pembangunan kilang disebabkan biaya pembangunan begitu mahal. Satu kilang saja mampu menghabiskan fulus sekitar US$ 3-5 miliar dolar. Margin dari bisnis kilang juga dianggap dia tidak sebesar sektor lain, bila dibandingkan biaya operasionalnya.
Selain itu, ketidakpastian pasokan minyak dari pemerintah juga membuat investor ogah datang. Apalagi saat ini harga minyak dunia terus menurun.
Direktur Pengkajian Energi Universitas Indonesia Iwa Garniwa mengatakan satu-satunya cara agar kilang bisa terbangun adalah dengan menggunakan APBN. Sebab, ekonomi dunia saat ini tengah melambat sehingga iklim investasi seret.
Nantinya, sebagian kas negara bisa digelontorkan ke Pertamina lewat skema penanaman modal negara. Opsi penggunaan kas perseroan dianggap dia tidak layak lantaran Pertamina juga sedang tersengal karena harus menanggung selisih harga BBM bersubsidi.
"Jangan biarkan swasta menguasai investasi kilang. Ini soal hajat hidup orang banyak dan kedaulatan energi," dia berujar.
ROBBY IRFANY