TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Kemaritiman dan Sumber Daya Rizal Ramli menyebut proyek pembangkit listrik 35 ribu megawatt bakal merugikan Perusahaan Listrik Negara (PLN). Ia mengatakan ada beban kapasitas berlebih yang harus ditanggung perusahaan pelat merah tersebut.
"Akan ada kelebihan kapasitas yang harus dibeli PLN, meski kapasitas tersebut tak terpakai," ucap Rizal di kantornya pada Senin, 7 September 2015.
Hitungan ini disampaikan Direktur PLN Sofyan Basyir, yang hadir dalam rapat koordinasi tertutup bersama Rizal, Menteri Agraria dan Tata Ruang Ferry Mursyidan Baldan, serta Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Jarman.
Apabila pembangunan pembangkit listrik sebesar 35 ribu megawatt itu rampung dalam lima tahun, PLN akan mencapai kelebihan kapasitas sebesar beban puncak, yakni 74 ribu MW. Angka tersebut lebih besar daripada kebutuhan rakyat Indonesia, sehingga akan ada kelebihan beban 21 ribu MW. Sesuai dengan kewajiban, PLN harus membayar kelebihan tersebut sebesar 72 persen. Menurut Rizal, angkanya mencapai US$ 7,62 miliar.
Selain itu, angka 35 ribu MW terlalu mustahil untuk direalisasikan dalam lima tahun ini. Rizal memperkirakan hanya 16 ribu MW yang realistis selesai dibangun. Untuk itu, ia menyebut perlu ada perubahan paradigma terkait dengan pembangunan energi ini. Pemerintah sebaiknya fokus pada empat tindakan nyata yang bisa dilakukan saat ini.
Langkah yang dapat diambil adalah percepatan proses, pengadaan transmisi, diversifikasi alternatif energi, dan desentralisasi pembangkit. Untuk percepatan proses, Rizal menuturkan sudah ada persetujuan dari Ferry dan Kementerian Dalam Negeri.
"Kami pastikan mempersingkat waktu musyawarah untuk penyediaan lahan. Tiga musyawarah wajib dapat dituntaskan dalam waktu maksimal 1,5 bulan," kata Rizal. Selain itu, pelbagai perizinan akan dipangkas sehingga tak lagi mempersulit investor.
Hasil rapat kali ini, menurut Rizal, akan segera disampaikan dalam rapat kabinet dengan Presiden Joko Widodo. Dirjen Ketenagalistrikan pun diminta mengabarkan hal ini kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral yang berhalangan hadir. Meski demikian, Rizal membantah bahwa ia mengganti begitu saja program yang telah dibanggakan Jokowi sejak awal menjabat tersebut.
"Saya cuma mengubah paradigmanya saja dengan menyebut ini sebagai proyek percepatan, tanpa menyebut besaran," ujar Rizal.
URSULA FLORENE