TEMPO.CO, Jakarta - Senior analis dari LBP Enterprises, Lucky Bayu Purnomo, mengatakan, pergerakan rupiah kini berada pada kisaran 14.050-14.200 dan cenderung tertekan hingga sepuluh hari ke depan.
Menurut Lucky, ada beberapa faktor penyebab tertekannya rupiah pekan ini. Salah satunya adalah semakin dekatnya pertemuan bank sentral Amerika Serikat (FOMC) meeting yang membahas rencana skenario kenaikan suku bunga. "Pasar akan memanfaatkan momentum tersebut untuk berlomba-lomba mengapresiasi dolar," ucapnya kepada Tempo, Senin, 7 September 2015.
Selain itu, Indonesia sedang minim sentimen positif serta belum ada indikator yang bisa mengangkat rupiah. Lucky menambahkan, pemerintah sekarang ini cenderung ingin menjaga kestabilan ekonomi makro daripada ekonomi mikro.
Padahal, kata Lucky, pada ekonomi mikro sudah terjadi kenaikan harga seperti kenaikan harga daging sapi dan ayam. Selanjutnya mungkin akan diikuti dengan kenaikan harga beras di pasar. “Hal tersebut sebenarnya bisa mendorong inflasi yang tinggi."
Kepala Riset Universal Broker Indonesia, Satrio Utomo, menyatakan, hingga saat ini Bank Indonesia diperkirakan masih akan disiplin dalam menjaga rupiah meski penguatan dolar Amerika Serikat yang terus terjadi menjelang sidang FOMC membuat rupiah tetap berada dalam tekanan.
Satrio menilai tak perlu khawatir terhadap kenaikan inflasi inflasi yang tinggi akibat beberapa kenaikan harga daging. “Inflasi tinggi hanya kalau BBM naik. Jadi kalau BBM belum naik, tidak usah khawatir,” ungkapnya.
INGE