TEMPO.CO, Jakarta - Badan Lingkungan Hidup Kota Pontianak menyatakan saat ini satu-satunya alat pemantau ISPU (indeks standar pencemaran udara) milik Pemerintah Kota Pontianak rusak sehingga tidak bisa digunakan untuk mengetahui kualitas ISPU di kota itu.
"Saat ini alat pemantau ISPU tersebut sedang diperbaiki di Singapura, sehingga untuk sementara kami melakukan pemantauan ISPU hanya dengan pandangan mata saja," kata Kepala Subbidang Pemantauan dan Penanggulangan Kerusakan lingkungan Badan Lingkungan Hidup Kota Pontianak Rahmidiyani di Pontianak, Minggu, 6 September 2015.
Ia menjelaskan, meskipun alat pemantau ISPU rusak dan sedang diperbaiki, secara kasat mata kualitas ISPU saat ini bisa dikategorikan tidak sehat.
"Hal itu bisa dilihat dari tebalnya asap dan udara juga bercampur partikel-partikel sisa terbakarnya lahan," ucapnya.
Menurut dia, dalam mengatasi semakin tebalnya kabut asap, BLH Kota Pontianak secara rutin melakukan imbauan-imbauan kepada masyarakat kota tersebut dan sekitarnya agar tidak membakar apa pun, termasuk membakar sampah, karena hanya akan menambah semakin tebalnya kabut asap.
"Selain itu, kami membagikan masker secara gratis di beberapa titik perempatan jalan di Pontianak kepada para pengendara roda dua," ujarnya.
Sebelumnya, Kepala BLH Kota Pontianak Multi Junto menyatakan saat ini kualitas ISPU sudah masuk kategori tidak sehat mulai pukul 24.00 hingga 07.00 WIB, sehingga masyarakat sebaiknya tidak keluar rumah kalau memang tidak perlu.
Ia mengimbau masyarakat agar mengurangi aktivitasnya di luar rumah. Kalaupun terpaksa keluar rumah, warga sebaiknya menggunakan masker atau penutup hidung dan mulut.
"Lebih bagus lagi menggunakan masker yang basah sehingga bisa menyaring atau menahan partikel debu agar tidak masuk dalam saluran pernapasan," tutur Multi.
Menurut Multi, Pemkot Pontianak sudah menerbitkan Perwa Nomor 6 Tahun 2006 yang isinya, “Setiap penduduk tidak boleh membakar dalam bentuk apa pun, baik itu sampah maupun lainnya, karena Pemkot sudah punya mobil kebersihan.
Kesadaran masyarakat untuk tidak membakar sampah pada musim kemarau, kata Multi, masih kurang sehingga perlu ditingkatkan lagi. Sebab, dampak pembakaran sampah rumah tangga akan menambah semakin tebalnya kabut asap.
ANTARA