TEMPO.CO, Jakarta - Managing Director Dana Moneter Internasional (IMF) Christine Lagarde mengatakan Indonesia dan Asia saat ini menghadapi empat tantangan yang meliputi inovasi, integrasi, infrastruktur, dan inklusifitas.
Pembangunan Asia pada masa depan, menurut Lagarde, menyajikan serangkaian masalah yang kompleks. Sektor keuangan sangat memainkan peranan penting dalam serangkaian masalah tersebut.
Tantangan pertama adalah terkait dengan inovasi. Sektor keuangan Asia, Lagarde menjelaskan, sudah mendukung tingkat pertumbuhan yang tinggi dan telah diubah oleh peningkatan pesat di kawasan Asia. Namun peningkatan sektor keuangan perlu mencontoh manufaktur Asia yang terus-menerus berkembang ke arah nilai tambah produk yang lebih tinggi dan biaya yang lebih efektif.
Lagarde menekankan sistem keuangan harus diperdalam untuk melindungi volatilitas. “Ini juga berarti waspada untuk sumber-sumber baru resiko sistemik seperti shadow banking,” kata Lagarde di Bank Indonesia, Rabu, 2 September 2015.
Kedua, adalah soal integrasi. Ia mengatakan Asia telah membuat langkah besar dalam menciptakan hubungan perdagangan regional yang telah memacu vitalitas ekonomi. Wilayah ini telah menempatkan dirinya di tengah rantai nilai global. Sekarang waktunya untuk menyuntikkan vitalitas yang sama ke dalam hubungan keuangan daerah. Hal ini dilakukan untuk mengatasi warisan pasar terfragmentasi dan membangun lebih sinergi antar lembaga keuangan dan pasar modal.
Integrasi keuangan yang lebih besar dapat menciptakan pasar modal yang lebih besar dan lebih likuid yang mengurangi biaya modal. Hal ini dapat memajukan perdagangan intra-regional. Masyarakat Ekonomi ASEAN yang diusulkan merupakan langkah penting dengan panggilan untuk peraturan harmonis dan koordinasi kebijakan yang lebih besar.
Selanjutnya, menurut Lagarde, adalah tantangan dalam sektor infrastruktur. Lagarde menyebut ini adalah kunci untuk masa depan Asia. Untuk ekonomi perbatasan, perbaikan jalan, kereta api, dan pelabuhan, dan pasokan baru dari air dan listrik akan membangun blok pembangunan.
Untuk pasar negara berkembang, kota layak huni dengan transportasi umum yang layak dan jaringan teknologi informasi canggih dapat membantu menghindari middle income trap.
Bank Pembangunan Asia memperkirakan bahwa kebutuhan infrastruktur di Asia akan mencapai US$ 8,3 triliun selama dekade berikutnya. “Hal ini memerlukan dana pemerintah yang cukup besar, sehingga langkah pertama adalah lebih dan lebih baik targetkan investasi publik,” kata Lagarde.
Dengan kata lain, menurut dia, belanja infrastruktur yang efisien akan memperkuat fiskal kebijakan. “IMF dapat membantu dengan perencanaan yang matang, kontrol pengeluaran yang efektif, dan peningkatan mobilisasi penerimaan pajak,” kata Lagarde.
Namun, Lagarde mengatakan, uang dari anggaran pemerintah saja tak cukup. Infrastruktur juga membutuhkan pasar modal untuk menyediakan sumber-sumber baru dari swasta.
Investasi swasta ini tidak berlaku untuk infrastruktur saja. Maka, harus dibangun di atas dasar lingkungan bisnis yang menarik. Itu berarti pemerintahan harus merancang dengan baik dan transparan peraturan ditingkatkan dan intoleransi korupsi.
“Hal ini dapat memperkuat harapan bahwa risiko dan pengembalian akan dapat mencapai keseimbangan yang tepat,” kata dia.
Terakhir, adalah tantangan untuk inklusifitas. Lagarde mengatakan hampir 350 juta orang Asia masih hidup dalam kemiskinan. Kebanyakan tidak memiliki rekening bank. Banyak perusahaan mengalami kesulitan mengakses pinjaman bank dan modal investasi. Banyak yang hidup di pasar negara berkembang, tetapi bukan bagian dari kemakmuran itu.
“Inklusi keuangan tidak hanya soal produk atau peraturan,” kata dia. Namun, dapat meningkatkan mata pencaharian dan mengurangi kemiskinan.
Inklusifitas, Lagarde menambahkan, adalah penyediaan layanan dan penciptaan kesempatan. Rendahnya tingkat inklusi keuangan di banyak negara merupakan hambatan bagi kesuksesan Asia.
TRI ARTINING PUTRI