TEMPO.CO, Jakarta - Pendapatan PT Timah pada semester I 2015 naik 16,96 persen dari Rp 2,75 triliun pada periode yang sama tahun lalu menjadi Rp 3,22 triliun. Sayangnya, perusahaan mengalami kerugian sebesar Rp 58,72 miliar. Padahal, pada semester I tahun lalu perusahaan pelat merah ini masih meraup untung sebesar Rp Rp 361,12 miliar.
Kerugian itu didapat karena meski pendapatan cukup tinggi, beban pokok penjualannya mencapai Rp 2,95 triliun. Dengan laba kotor sebesar Rp 262,77 miliar, total beban usaha yang ditanggung perusahaan mencapai Rp 321,49 miliar.
Sekretaris Perusahaan PT Timah Tbk. Agung Nugroho menyatakan perusahaan telah melakukan efisiensi di segala bidang, tapi kerugian sulit dicegah karena harga timah turun. "Harga jual timah turun rata-rata sebesar 26,37 persen menjadi US$ 17.076," katanya melalui siaran pers, Senin, 31 Agustus 2015. Agung juga menyebut bahwa pada periode yang sama, Harga Pokok Usaha (HPU) turun 19,34 persen menjadi US$ 13.810.
Menurut Agung, produksi bijih timah pada semester I 2015 sebenarnya meningkat 0,21 persen menjadi 14.383 ton, dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 14.352 ton. Begitu juga produksi logam timah meningkat 31,95 persen menjadi 14.261 metrik ton, dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 10.808 metrik ton. Sementara penjualan logam timah meningkat 45,88 persen menjadi 14.096 metrik ton dibandingkan dengan semester I tahun sebelumnya sebesar 9.633 metrik ton
Agung menyatakan, penerapan Permendag Nomor 33 Tahun 2015 membawa harapan baru bagi industri pertimahan di Tanah Air. Keinginan Indonesia sebagai penentu harga timah dunia diwujudkan dengan adanya keterlibatan lebih intensif dari regulator dengan terbitnya peraturan baru. Hal ini membuktikan bahwa aturan-aturan yang dibuat sebelumnya dapat disempurnakan demi tujuan yang lebih baik.
Regulasi yang sudah berlaku efektif pada 1 Agustus 2015 ini mewajibkan mekanisme Clean & Clear (CnC) bagi yang belum mempunyai Eksportir Terdaftar (ET) atau bagi perusahaan yang ET-nya berakhir dan bagi yang masih mempunyai ET berlaku dapat tetap ekspor sampai dengan 1 November 2015 dengan sebelumnya mendapatkan Persetujuan Ekspor (PE) dari Kementerian Perdagangan.
Dengan adanya satu syarat clean and clear ini, ekspor timah dari Indonesia akan lebih tertib dan royalti yang akan diterima oleh pemerintah akan jelas lebih baik perhitungan dan besarannya. Selain itu, penambangan ilegal di Bangka dan Belitung dapat diminimalisasi. "Dengan demikian, harga komoditas timah diharapkan akan terangkat," kata Agung.
PINGIT ARIA