TEMPO.CO, Jakarta - Institute for Development of Economics and Finance (Indef) berharap pemerintah dapat memberikan perhatian khusus kepada sektor usaha kecil, mikro, dan menengah atau UMKM. Pasalnya, sektor UMKM dinilai dapat menyelamatkan perekonomian Indonesia.
Direktur Eksekutif Indef Enny Sri Hartati mengatakan UMKM merupakan sektor usaha terbesar yang mampu menggerak daya struktur ekonomi Indonesia. "Dewa penyelamat saat ini adalah UMKM. UMKM merupakan sektor usaha terbesar pada kehidupan ekonomi di Indonesia sebesar 99 persen," ujarnya di Jakarta, Sabtu, 29 Agustus 2015.
Sektor UMKM dapat diandalkan menjadi motor penggerak perekonomian Indonesia karena ketergantungannya terhadap mata uang asing, khususnya dolar Amerika Serikat, tidak besar. Menguatnya dolar AS ini membawa dampak yang besar bagi industri berbahan baku impor.
Kondisi ekonomi Indonesia saat ini berbeda dengan tahun 1998 dan 2008. Pada krisis 1998, ucap dia, sektor UMKM menjadi penyelamat kondisi perekonomian di Indonesia karena tak terpengaruh oleh menguatnya dolar AS. Sektor UMKM saat itu menggunakan bahan baku dalam negeri karena tak banyak mengandalkan impor dan tidak banyak terkait dengan pembiayaan dari perbankan, sehingga tidak terdampak krisis.
Berbeda dengan kondisi pada 2008, saat nilai tukar rupiah mencapai 17 ribu per dolar AS, sektor komoditas menjadi penopang ekonomi Indonesia, sehingga pelemahan rupiah dan harga komoditas yang sedang menguat membuat ekspor Indonesia baik.
"Rp 17 ribu kita masih bisa survive, karena harga komoditas sedang booming, sehingga bisa men-generate kegiatan ekonomi di daerah-daerah yang memiliki sumber daya alam yang kita ekspor," ucap Enny.
Namun kondisi saat ini berbeda karena, sebelum nilai tukar rupiah mencapai 14 ribu per dolar AS, sektor UMKM sudah terkapar lantaran turunnya daya beli masyarakat.
Walaupun pemerintah sudah berusaha mengatasi krisis, seperti memberikan tax holiday dan tax allowance, hal itu hanya memberikan kontribusi sebesar 1 persen.
Padahal, melalui UMKM, dapat memberikan kontribusi gross domestic product (GDP) sebesar lebih 50 persen.
"Ini yang harus dipahami betul oleh pemerintah dan ditindaklanjuti dengan tindakan konkret untuk penyelamatan sektor riil kita," tutur Enny.
BISNIS.COM