TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo melalui anggota Tim Komunikasi Teten Masduki mengatakan tidak boleh ada lagi proyek-proyek yang mangkrak karena masalah perizinan atau pembebasan tanah. Presiden, kata Teten, akan membantu membereskan kalau ada masalah terkait perizinan terhadap proyek yang dicanangkan pemerintah.
Teten mengatakan instruksi itu disampaikan Presiden saat meresmikan pembangunan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batang dan Program Elektrifikasi 50 Lokasi di Pulau Terdepan dan Daerah Perbatasan di Batang, Jawa Tengah.
"Public private partnership (PPP) seperti yang dilakukan dalam proyek PLTU Batang harus bisa menjadi contoh kerja sama pemerintah dan swasta," kata Teten dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 28 Agustus 2015. "Ini karena APBN tidak cukup untuk membangun semua infrastruktur yang diperlukan. Padahal, ketersediaan listrik sangat dibutuhkan untuk kegiatan ekonomi masyarakat dan industri."
Pengerjaan PLTU Batang, kata Teten, telah tertunda selama empat tahun. Pembangkit Listrik Tenaga Uap ini seharusnya dapat beroperasi tahun depan.
Teten mengatakan pemerintah secara lintas sektoral akan bekerja keras melakukan terobosan untuk mengatasi hambatan yang timbul dalam pembangunan pembangkit listrik. "Jika tidak dilakukan, Indonesia akan mengalami krisis listrik pada tahun 2019."
"(Saya ingin) Anak-anak di perbatasan harus bisa belajar di malam hari dan nelayan bisa menyimpan ikan hasil tangkapan di tempat pendingin. Konveksi-konveksi kecil, warung-warung, dan usaha kecil lainnya bisa hidup dan semua itu membutuhkan listrik," kata Teten menirukan ucapan Presiden.
Pemerintah, kata dia, menargetkan rasio elektrifikasi sampai akhir 2019 mencapai 97 persen dan 99 persen pada 2020 dari jumlah rumah tangga di Indonesia. Dalam kurun waktu lima tahun (2015-2019), sejumlah pembangkit akan dibangun hingga mencapai 35,000 MW. Menurut dia, semuanya karena adanya kebutuhan listrik dari hari ke hari yang semakin besar, sejalan dengan laju pertumbuhan ekonomi.
Untuk merespons permintaan pasokan listrik yang cepat, penambahan kapasitas pembangkit baru harus tetap diadakan.
"Untuk itu Presiden akan memberikan perhatian khusus pada program percepatan pembangunan infrastruktur dan pembangkit tenaga listrik ini. Pembangunan pembangkit listrik tidak bisa ditunda-tunda lagi," ujarnya.
Teten mengatakan pemerintah tidak bisa berdiam diri atau cari aman ketika muncul berbagai masalah dalam pembangunan infrastruktur. "Karena kalau terlambat maka dampaknya akan bisa kita rasakan beberapa tahun ke depan, yakni krisis listrik."
PLTU Batang merupakan proyek yang dipersiapkan dengan pola Kerja Sama Pemerintah-Swasta (KPS). Ini adalah proyek showcase KPS skala besar pertama dengan nilai investasi lebih dari USD 4 miliar.
Presiden, kata Teten, menegaskan bahwa skema KPS yang didasarkan pada proses yang terbuka, kompetitif, transparan, dan akuntabel harus jadi contoh untuk pola kerja sama pembangunan infrastruktur pemerintah dan swasta di Indonesia. Dana APBN saja, kata dia, tidak cukup untuk membangun semua infrastruktur yang diperlukan oleh rakyat Indonesia.
REZA ADITYA