TEMPO.CO , Jakarta: Ketua Pusat Studi Ekonomi Universitas Gadjah Mada Tony Prasetiantono mengatakan anjloknya Indeks Harga Saham Gabungan dan rupiah adalah akibat kepanikan pasar. Kepanikan ini membuat pasar memburu dolar Amerika Serikat yang membuat hampir semua mata uang dunia melemah tanpa batas.
Pada penutupan perdagangan Senin, 24 Agustus 2015, IHSG turun tajam 172,22 poin (3,97 persen) ke level 4.163,73. IHSG yang sejak awal perdagangan sudah dibuka di teritori negatif, bahkan sempat menyentuh posisi terendah di level 4.111,11. Sedangkan nilai tukar rupiah, rupiah turun 108,2 poin (0,78 persen) ke level 14.049,5 per dolar Amerika Serikat.
Namun, Tony memprediksi kondisi saat ini sifatnya sementara. Soalnya kondisi fundamental Indonesia sebenarnya tidak sejelek yang terefleksikan pada kurs rupiah saat ini.
“Dalam jangka menengah, seharusnya rupiah akan menguat sesuai fundamental,” kata Tony saat dihubungi, Senin, 24 Agustus 2015. Ia berharap kepanikan pasar di seluruh dunia tak berlanjut.
Tony mengatakan tak banyak yang bisa dilakukan pemerintah dalam sistuasi panik. “Sulit menempuh kebijakan yang biasa, karena yang dihadapi adalah orang panik dan low confidence,” kata dia.
Untuk menenangkan pasar, menurut Tony, yang paling bisa dilakukan adalah Presiden Joko Widodo perlu mengumumkan bahwa pemerintah akan memangkas atau mempertajam prioritas proyek-proyek yang haus devisa.
TRI ARTINING PUTRI