TEMPO.CO , Jakarta: Institute For Development of Economics and Finance (Indef) menyatakan perekonomian negara yang melambat akan memiliki efek samping. Salah satu efeknya berujung pada penurunan kesejahteraan masyarakat.
"Ini efek krusial yang nyata dan perlu mendapat perhatian pemerintah," ujar Direktur Indef Enny Sri Hartati di kantornya, Senin, 24 Agustus 2015.
Menurut Enny, ada 10 indikator yang dapat membuktikan adanya penurunan kesejahteraan pada masyarakat.
1. Tingginya inflasi dari sektor volatilitas harga pangan
Secara perhitungan tahunan, hingga Juli 2015 inflasi bahan pangan telah mencapai 8,28 persen. Meskipun inflasi dari suku bunga, nilai tukar, dan harga yang dikendalikan pemerintah cukup stabil, harga pangan yang berfluktuatif berdampak langsung kepada masyarakat dan daya beli
2. Nilai tukar petani menurun
Penurunan nilai tukar petani terjadi di semua subsektor pertanian. Indef mencatat penurunan terus terjadi sejak masa pemerintahan yang baru ini pada periode Oktober 2014-Juli 2015. Tanaman pangan turun dari 98,14 menjadi 97,29. Hortikultura turun dari 103,22 menjadi 100,97. Perkebunan rakyat turun dari 101,23 menjadi 97,78. Peternakan turun dari 108,56 menjadi 107,29. Perikanan turun dari 103,61 menjadi 102,27.
3. Upah riil buruh menurun
Tingginya inflasi dari volatilitas harga pangan menggerus pendapatan riil yang diterima buruh. Sejak Januari 2014 hingga Juli 2015 upah buruh terus tergerus menjadi Rp 39.383 per hari dari Rp 37.887 per hari.
4. Daya beli masyarakat turun
Indeks Konsumsi Rumah Tangga terus mengalami penurunan. Setelah hanya tumbuh 5,1 persen pada triwulan I 2015, Indeks Konsumsi Rumah Tangga kembali turun pada triwulan II menjadi 4,9 persen.
5. Pengangguran meledak
Pertumbuhan sektor riil dan manufaktur semakin merosot yang meningkatkan ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK). Bahkan elastisitas penyerapan tenaga kerja jeblok menjadi 180 ribu orang per 1 persen pertumbuhan ekonomi.
6. Kemiskinan meningkat
Meningkatnya pengangguran terbuka berdampak langsung dengan bertambahnya jumlah penduduk miskin. Sejak September 2014, Indef menghitung Indeks Kemiskinan tumbuh menjadi 11,50 persen per Maret 2015.
7. Ketimpangan pendapatan semakin melebar
Jumlah dana pihak ketiga yang notabene dalam jumlah sangat besar meningkat. Berbanding terbalik dengan menurunnya jumlah tabungan masyarakat. Indef memperkirakan indeks gini ratio meningkat menjadi 0,42 dari 0,41.
8. Ketimpangan pertumbuhan antar daerah
Selain perlambatan pertumbuhan ekonomi, harga komoditas yang turun menambah beban masyarakat di daerah. Terutama daerah yang mengandalkan komoditas. Daerah Kalimatan, Sulawesi, Sumatera, Papua, dan Nusa Tenggara semakin tertinggal pertumbuhannya ketimbang pulau Jawa.
9. Pembiayaan terhadap sektor riil (UMKM) menurun
Pertumbuhan sektor manufaktur yang anjlok 3,81 persen pada kuartal I 2015, membuat likuidasi pembiayaan perbankan turun. Hal itu disebabkan oleh tingkat kredit macet yang meningkat.
10. Program bantuan sosial berkurang
Mitigasi risiko terhadap kenaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) akhir tahun lalu berkurang. Program raskin berkurang dan bantuan langsung tunai dihapuskan. Padahal, efek samping kenaikkan harga BBM akan terus terasa hingga setahun ke depan, meskipun di tengah jalan ada penurunan harga.
ANDI RUSLI