TEMPO.CO, Jakarta - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Selasa sore bergerak melemah sebesar 49 poin menjadi Rp 13.850 dibandingkan posisi sebelumnya pada Rp 13.801 per dolar AS.
"Rilis data perumahan Amerika Serikat yang cukup baik menjadi salah satu penopang bagi nilai tukar dolar AS terhadap mayoritas mata uang dunia," kata analis PT Platon Niaga Berjangka, Lukman Leong, di Jakarta, Selasa, 18 Agustus 2015.
Lukman Leong mengemukakan bahwa pengembang rumah keluarga tunggal yang baru dibangun pada Agustus naik ke tingkat 61 pada Indeks Pasar Perumahan (HMI) National Association of Home Builders/Wells Fargo, tertinggi dalam hampir satu dasawarsa terakhir.
"Meningkatnya data perumahan Amerika Serikat mengimbangi data sektor manufaktur AS yang menurun," ujarnya.
Ia menambahkan, dolar AS juga masih tertopang rencana kenaikan suku bunga AS (Fed fund rate). Pasar sedang menantikan hasil rapat Federal Open Market Committee (FOMC) yang akan diumumkan pada Kamis dinihari nanti, 20 Agustus 2015.
"Pelaku pasar akan melihat seberapa besar prospek kenaikan suku bunga AS. Beberapa kalangan analis memprediksi akan terjadi pada September tahun ini. Semakin cepat indikasi akan kenaikan suku bunga, maka akan berdampak positif bagi dolar AS," tuturnya.
Adapun Kepala Riset NH Korindo Securities Indonesia Reza Priyambada mengatakan bahwa kekhawatiran pelaku pasar uang terhadap devaluasi lanjutan mata uang yuan Cina serta masih melemahnya sejumlah harga komoditas membuat laju dolar AS semakin tinggi terhadap mayoritas mata uang dunia, termasuk rupiah.
"Mata uang rupiah menjadi korban atas kebijakan Cina. Kembalinya bank sentral Cina melakukan devaluasi terhadap mata uangnya membuat laju mata uang emerging market kembali tertekan," ucap Reza.
Adapun dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada Selasa, 18 Agustus 2015, tercatat nilai tukar rupiah bergerak melemah menjadi Rp 13.831 dibandingkan sebelumnya pada posisi Rp 13.763 per dolar AS.
ANTARA