TEMPO.CO, Jakarta - Nilai tukar rupiah di pasar spot antarbank Jakarta pada Kamis sore, 13 Agustus 2015, bergerak menguat 56 poin menjadi 13.705 per dolar Amerika Serikat setelah pada hari sebelumnya berada pada 13.761 per dolar AS.
"Mata uang rupiah mulai bergerak menguat terhadap dolar AS setelah terdepresiasi cukup dalam akibat dampak dari kebijakan Tiongkok yang mendevaluasi mata uangnya. Namun sentimen itu cenderung mulai mereda, sehingga rupiah kembali bergerak menguat," kata pengamat pasar uang dari Bank Himpunan Saudara, Rully Nova.
Ia menjelaskan, pernyataan Bank Indonesia yang akan tetap fokus dan mengutamakan menjaga stabilitas makro cukup memberi harapan kepada pasar nasional.
"Dengan ekonomi yang kondusif, fluktuasi rupiah akan cenderung positif," ucapnya.
Sementara itu, analis dari LBP Enterprise, Lucky Bayu Purnomo, menuturkan penguatan rupiah terhadap dolar AS masih cenderung terbatas menyusul masih adanya kekhawatiran pasar mengenai rencana bank sentral Amerika Serikat (The Fed) menaikkan suku bunga (Fed Fund Rate).
"Salah satu indikator utama The Fed menaikkan suku bunganya adalah produk domestik bruto (PDB). Angka PDB AS dinilai sudah sesuai dengan harapan The Fed, sehingga potensi suku bunga AS naik pada September mendatang berpotensi terjadi," ujarnya.
Ia mengharapkan menteri-menteri baru dalam kabinet pemerintah Joko Widodo segera mengeluarkan kebijakan yang mendukung perekonomian Indonesia menjadi lebih baik, sehingga dapat menahan sentimen negatif bagi rupiah yang datangnya dari eksternal.
"Tahun ini hanya tersisa sekitar empat bulan bagi menteri baru untuk menunjukkan kinerjanya. Meski pendek waktunya, kinerja mereka diharapkan bisa memberikan harapan baik bagi pasar," katanya.
Adapun menurut kurs tengah Bank Indonesia, rupiah berada pada 13.747 per dolar AS, relatif stabil dibanding sebelumnya 13.758 per dolar AS.
ANTARA