TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno berharap pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung bisa dikerjakan perusahaan BUMN. Perusahaan seperti PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, PT Jasa Marga (Persero) Tbk, dan PT Industri Kereta Api (Persero) bisa terlibat dalam pengerjaan.
"Sejauh ini belum diputuskan oleh Presiden Joko Widodo soal proyek ini," kata Rini di Jakarta, Kamis, 13 Agustus 2015. Menurut Rini, Presiden Jokowi ingin keputusan ihwal proyek kereta api ini bisa selesai akhir bulan ini.
Baca: RESHUFFLE KABINET: Soal Ini Jokowi Kalahkan Gus Dur & SBY!
Rini menyatakan belum mengetahui proposal yang diajukan Jepang. Namun, kalau dari Cina, skema pengerjaan yang dilakukan ialah berupa joint venture dengan perusahaan BUMN.
Artinya, kata Rini, jenis pendanaannya merupakan pinjaman kepada perusahaan joint venture. "Jadi tidak ada jaminan pemerintah."
Simak: RESHUFFLE KABINET: Pram Masuk, Tapi Mega Gagal Gusur Rini?
Sebelumnya, mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil menyebutkan proposal yang diajukan Jepang sangat bagus. Sofyan, yang kini menjabat Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, bakal mengevaluasi setiap proposal yang masuk berdasarkan kepantasan.
Investor Jepang sudah mempelajari kelayakan proyek rel kereta api cepat serupa Shinkansen. Mereka mengusulkan agar pemerintah Indonesia membentuk BUMN khusus operator moda transportasi mutakhir tersebut.
Baca Juga: Sindir Ahok 'Kepala Preman', Ketua FBR: Preman Itu Tak Bawel
Rencananya, di Jakarta, kereta cepat akan bermula di kawasan Dukuh Atas, Jakarta Pusat, dengan rel kereta api yang dibangun di bawah tanah. Dengan kereta api ini, waktu tempuh Jakarta-Bandung diperkirakan hanya memakan waktu 34 menit dan Jakarta-Surabaya 2 jam 30 menit.
Rencananya, rute kereta api cepat ini akan melewati Cirebon juga agar sarana perhubungan dapat terintegrasi dengan Bandara Kertajati, yang sedang dibangun di Majalengka. Total investasi yang dibutuhkan untuk proyek ini, dari studi kelayakan Jepang, sebesar Rp 60 triliun. Dari skema yang ditawarkan Jepang, pemerintah juga diminta menanggung investasi sebesar 16 persen, selain BUMN pelaksana kereta api cepat sebesar 74 persen dan swasta 10 persen.
Simak Juga: Properti Lesu, Hunian Rp20 Miliar ke Atas Tetap Bergairah
ADITYA BUDIMAN | TIKA PRIMANDARI