TEMPO.CO, Jakarta - PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk percaya diri tetap bisa tumbuh meskipun ekonomi global berkecamuk. Salah satu gejolaknya adalah kebijakan Cina yang mendevaluasi mata uang yuan terhadap dolar Amerika Serikat sekitar 1,9 persen.
"Portofolio kredit BRI masih aman," ujar Wakil Direktur Utama PT BRI Sunarso di kantornya, Rabu, 12 Agustus 2015. Sunarso mengatakan sebagian besar nasabah dan debitur BRI adalah pengusaha kecil yang jarang menyentuh kegiatan ekspor. Dengan demikian, gejolak dolar AS dan yuan tidak begitu berpengaruh pada BRI.
Menurut Sunarso, BRI telah melakukan uji krisis (stressed test), dan hasilnya tidak ada gejolak nasabah yang mengkhawatirkan. Meski begitu, BRI tetap harus bekerja ekstrakeras agar dampak krisis tetap stabil.
Devaluasi yuan diprediksi mengakibatkan “perang” komoditas Cina dengan produk Tanah Air. Diketahui, Cina menggeser prioritas pertumbuhan produk domestik brutonya dari konsumsi rumah tangga ke ekspor. Artinya, penggiat ekspor nasional harus bersaing secara kualitas dengan produk Negeri Tirai Bambu.
Direktur Utama BRI Asmawi Syam mengatakan target pertumbuhan kredit mikro hingga akhir tahun ini sebesar 17 persen atau yang tertinggi dibanding kredit sektor lain. Torehan ini diprediksi naik tipis dari semester pertama, yakni mencapai 15 persen.
Perseroan memprioritaskan empat sektor penyaluran kredit, di antaranya pertanian. Untuk menopang sektor tersebut, BRI bakal menandatangani perjanjian kerja sama jaminan kredit dengan PT Asuransi Kredit Indonesia atau Askrindo (Persero) dan Perum Jaminan Kredit Indonesia (Jamkrindo).
ROBBY IRFANY