TEMPO.CO, Jakarta – Berlanjutnya reaksi negatif atas kebijakan devaluasi nilai tukar yuan menyebabkan laju indeks harga saham gabungan (IHSG) kembali terperosok parah. Sejak awal perdagangan, IHSG yang sudah dibuka pada level 4.572,05 terus-menerus terkoreksi. Pada pukul 11.30 WIB, indeks bahkan anjlok 145 poin (3,1 persen) ke level 4.477,44.
Menurut Kepala Riset Panin Sekuritas Purwoko Sartono, di tengah minimnya kehadiran sentimen positif, fokus investor akhirnya tetap pada kebijakan devaluasi yuan. Terlebih, kata Purwoko, ketika rupiah kembali melemah tajam ke bawah level 13.800 per dolar saat ini, ancaman selisih kerugian kurs membuat investor merasa lebih aman melepas kepemilikan saham. “Investor juga terus khawatir dengan pelemahan rupiah,” ucapnya saat dihubungi, Rabu, 12 Agustus 2015.
Mayoritas sektor saham tercatat berada di zona merah, dengan laju koreksi tertinggi pada sektor saham infrastruktur, properti, konsumsi, dan perbankan. Saham-saham berkapitalisasi besar (big caps) melemah lebih dari 3 persen. Saham BMRI jatuh 3,3 persen ke level Rp 8.850 per lembar saham, TLKM terperosok 4,8 persen menjadi Rp 2.800 per lembar saham, dan KLBF anjlok 6,8 persen ke level Rp 1.445 per lembar saham.
Sementara itu, Kepala Riset Universal Broker Indonesia Satrio Utomo melihat koreksi IHSG hanya disebabkan oleh reaksi berlebihan pasar. Utamanya, setelah indeks Dow Jones terkoreksi 1,21 persen dan mempengaruhi posisi pembukaan beberapa pergerakan bursa regional, seperti indeks Hang Seng dan Straits Time.
Koreksi indeks diperparah oleh nilai tukar rupiah yang sudah berada di level 13.820 per dolar. Hal itu membuat investor domestik panik dan mengambil posisi jual. “Sejauh ini, kondisi masih normal. Net sell yang hanya Rp 118 miliar justru menunjukkan investor asing tidak panik,” ujarnya.
PDAT | MEGEL JEKSON