TEMPO.CO, Jakarta - Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara mengatakan kebijakan devaluasi yang dilakukan Cina tak perlu diikuti Indonesia. Soalnya, tanpa kebijakan devaluasi pun rupiah telah melemah 8,5 persen sejak awal tahun.
Bahkan, menurut Mirza, jika dihitung sejak 2013, rupiah telah melemah 30 persen. “Lagipula saat ini rupiah sudah undervalue,” kata dia di Kementerian Keuangan, Selasa malam, 11 Agustus 2015.
Baca:Presiden PKS Shohibul Iman Mau Rombak DPR, Nasib Fahri?
Ia mengatakan real effective exchange rate rupiah indeksnya di bawah 90. Mata uang disebut undervalue jika indeks REER di bawah 100. Jika di atas 100 maka mata uang disebut overvalue.
Menurut Mirza, devaluasi Cina akan mempengaruhi harga komoditas. Pelemahan harga komoditas ini yang kemudian akan melemahkan ekonomi Indonesia, terutama di daerah yang mengandalkan komoditas.
Baca juga: Ninih Penjual Getuk Cantik Raib dari Layar TV, Apa Kabarnya?
Mirza berkata Kalimantan dan Sumatera adalah daerah yang paling terpukul dari pelemahan komoditas. Jika dilihat dari angka produk domestik bruto kuartal 2, kedua pulau tersebut hanya tumbuh masing-masing 2,8 dan 1,5 persen. Berbeda dengan Pulau Jawa yang tumbuh 5 persen, Sulawesi 7-8 persen, dan Bali 6 persen.
Mirza enggan berkomentar saat wartawan bertanya terkait dengan cadangan devisa yang akan semakin tergerus guna intervensi rupiah. “Pokoknya kami akan selalu berada di pasar untuk jaga stabilitas,” kata Mirza.
Simak: Ahok Curhat: Di Balik Ketenaran Ada Kepedihan
TRI ARTINING PUTRI
Berita Menarik
Ahok 'Kepala Preman' Baru, Ini Nasib Anggota FBR
Ini 3 Bukti Kuat Andi Rancang Skenario Habisi Hayriantira XL